Tumbuhkan dan Miliki Sifat Tawadhu Dalam Diri Kita

Demikianlah tawadhu. Dia adalah kemuliaan dan ketinggian bagi manusia. Dia bukan kehinaan dan kerendahan. Sebagian orang memandang bahwa ketawadhuan berarti kelemahan dan kehinaan diri, dan juga kelemahan pada kepribadian.

Oleh karena itu, mereka pun bersikap sombong dan takabur, atau melecehkan sikap tawadhu orang lain, merendahkan atau memperolok-oloknya. Padahal sebenarnya tidak demikian. Orang yang tawadhu adalah orang yang mempunyai kepribadian yang kuat, walaupun tampak sebagai orang yang penuh toleransi. Orang yang tawadhu adalah orang yang memperoleh kecintaan manusia, sementara manusia akan lari dari orang yang bersikap sombong dan takabur, seperti kambing lari dari serigala yang mendatanginya.

Kesombongan adalah sifat yang hanya berhak dimiliki oleh Tuhan. Tidak boleh ada satu makhluk pun yang menyaingi Allah dalam hal ini. Siapa yang menyaingi Allah dan merasa berhak memiliki sifat sombong, maka dia berarti merasa menjadi Tuhan manusia. Ia berhak mendapat murka dan azab Allah.

Dalam sebuah hadits Qudsi Rasulullah Saw. bersabda, “Allah Azza wa jalla berfirman, ‘Kesombongan adalah selendang-Ku dan keangkuhan merupakan pakaian-Ku. Oleh karena itu, siapa yang merenggut salah satunya dari sisi-Ku maka akan Aku lemparkannya ke dalam neraka.’”(HR. Abu Dawud).

Dalam hadits yang lain Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong meskipun hanya sebesar biji sawi. Sebaliknya, tidak akan masuk neraka orang yang di dalam hatinya terdapat iman walaupun juga hanya sebesar biji sawi.” (HR. Abu Dawud).

Sahabat berkata, “Sesungguhnya tanaman tumbuh di atas tanah yang datar, dan tidak tumbuh di atas batu karang. Demikian juga dengan hikmah, dia akan berkembang di hati orang yang tawadhu dan tidak akan berkembang di hati orang yang sombong. Karena, Allah Swt. telah menjadikan tawadhu sebagai alat bagi akal.

Bersikap tawadhu kepada sesama kita mencakup banyak hal, di antaranya: menjadikan diri kita sepadan (tidak lebih tinggi) dengan orang lain; kita sama-sama melakukan apa yang orang lain lakukan; tidak mengistimewakan diri kita di tengah-tengah teman kita; dan memberikan kepada orang lain apa yang kita suka jika kita diberi; lebih senang tidak dikenal daripada menjadi orang terkenal; mendorong orang lain untuk berprestasi; bersedia menerima kebenaran dari siapapun baik dari kalangan orang terpandang maupun dari kalangan orang yang rendah; mencintai fakir miskin dan tidak segan-segan duduk bersama mereka; selalu bersedia untuk mementingkan kepentingan orang lain dan senang ketika diminta pertolongan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan