Beda masa, Beda cara : Haruskah kita mudik saat Pandemi Covid-19?

MEMASUKI pertengahan bulan Ramadhan, kita sudah mulai disibukkan dengan berbagai persiapan akhir Ramadhan. Segala macam persiapan seperti menyediakan makanan, bersih-bersih rumah dan kegiatan lainnya. Salah satu yang menjadi bagian tak terpisahkan setiap Ramadhan yaitu pulang kampung atau biasa disebut mudik. Tradisi Mudik di Indonesia sudah ada dari dulu bisa disebut seperti rutinitas tahunan menjelang akhir Ramadhan. Waktunya sendiri tidak menentu, ada yang mudik sejak awal Ramadhan, tidak sedikit pula yang mudik menjelang Ramadhan berakhir, tentu tergantung kesibukan dan selesainya perkerjaan masing-masing orang.

Mudik bisa disebut sebagai bentuk sosial yang bisa bernilai ibadah jika diniatkan sebagai sarana silaturahim dengan orang tua, keluarga dan sanak saudara yang berada di kampung halaman. Niat yang baik ini memiliki beberapa keutamaan seperti bertambahnya rezeki dan dipanjangkan umur seseorang. Sebagaimana Hadist yang dari Sahabat Anas bin Malik ini yang artinya “Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan ditangguhkan ajalnya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia bersilaturrahim”. (HR. Bukhari Muslim)

Maksud hadist tersebut juga telah dijelaskan oleh beberapa Imam, salah satunya Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa maksud “dilapangkan rezekinya” adalah diluaskan dan dijadikan banyak hartanya, dan menurut pendapat lain artinya diberi keberkahan harta (meskipun tidak bertambah banyak secara lahiriyah, tapi nilai kebermanfaatannya tinggi). Lalu bertambahnya usia yang dimaksud dalam Hadist tersebut maknanya adalah bermanfaatnya hidup selama usia yang memang telah ditentukan Allah SWT sejak zaman sebelumnya manusia dilahirkan.

Namun, meningat kondisi hari ini yang masih masa pandemi, pemerintah secara resmi telah membatasi waktu mudik. Terhitung mulai 6 hingga 17 Mei masyarakat Indonesia dilarang sepenuhnya melakukan perjalanan ke luar kota. Hal itu tercantum dalam persyaratan bagi Pelaku Perjalanan dalam Negeri (PPDN) yang telah diperketat. Saya pun yang memiliki waktu luang H-7 akhirnya merelakan untuk tidak mudik ke kampung halaman Pangandaran dan berharap kondisi akan semakin membaik sehingga Ramadhan selanjutnya sudah seperti biasa.

Oleh karena itu, saya mengajak kepada semuanya untuk memanfaatkan media yang ada untuk tetap berkomunikasi dan menjaga silaturahim dengan cara-cara lain yang tidak dilarang oleh agama seperti menggunakan sosial media. Meski kita tetap merindukan keluarga dan sanak saudara, berbeda masa berbeda cara kita bersilaturrahim demi menjaga kesehatan masing-masing kita. Semoga langkah yang kita tempuh dengan tidak mudik pada waktu tertentu ini menjadi ikhtiar supaya kondisi Ramadhan tahun depan sudah seperti biasa.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan