Cegah Aksi Teror, Pemerintah Perlu Perkuat Resistensi Masyarakat Terhadap Radikalisme

JAKARTA – Aksi lone wolf (seseorang melakukan tindakan terorisme sendirian dan di luar struktur komando apapun) dikhawatirkan menjadi tren teror ke depan. Jika yang diperkuat hanya sektor hilir atau penindakan aparat penegak hukum, maka aksi teror dipastikan tidak akan berhenti.

Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi mengatakan, untuk mencegah terulangnya aksi teror, pemerintah ataupun stakeholders terkait perlu memperkuat sektor hulu, yaitu memperbesar resistensi masyarakat harus terhadap radikalisme, khususnya dari keluarga. Masyarakat harus menyadari agama mengajarkan kemanusiaan dan kedamaian.

“Keluarga sangat penting (perannya) di sini, karena anak mencontoh orang tuanya. Ini beberapa konsep yang sudah dilakukan di beberapa negara. Terutama di Thailand Selatan dan Srilanka. Ketika ada konflik etnis atau agama (akhirnya bisa diatasi dengan) penolakan radikalisme karena sudah jadi kultur dan membudaya,” tutur Islah dalam dalam Alinea Forum bertajuk “Memperkuat Kontra Radikalisme,” Rabu (7/4).

Dia mengakui kalau penguatan resistensi terhadap radikalisme yang terkultur dalam masyarakat Indonesia tak bisa dicapai secara instan. Membutuhkan waktu lama, langkah komprehensif, dan masif. Ia mengingatkan, radikalisme tidak hanya terjadi pada agama tertentu, tetapi lintas agama dan lintas ideologi.

“Agama Islam, Kristen, hingga kapitalisme dan komunisme kalau berbasis intoleransi, tentu akan mencetak radikalisme ataupun ekstremis,” ujar Islah.

Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai setuju dengan gagasan itu. Dia mengajak masyarakat untuk bersatu melawan gerakan radikalisme yang menyusup melalui gerakan ormas dan politik. Salah satu caranya dengan menutup ruang ormas yang terafiliasi gerakan radikal.

“Jangan beri kesempatan mereka muncul, karena ini yang kemudian menyebar. Sehingga orang semakin tebal kebenciannya kepada pemerintah. Bahkan sampai mau bunuh diri,” katanya.

Dia juga mendorong pemerintah untuk bekerja sama dengan para ulama guna meluruskan paham radikalisme tersebut. Selain itu, dia meminta negara untuk bersikap lebih tegas. Jika tidak, maka akan sulit menumpas terorisme di Indonesia.

“Kita tidak boleh takut. Tidak boleh terintimidasi. Kita muslim tentu tidak ingin agama dilabeli seperti ini. Jadi kita harus jadikan ini musuh bersama. Mari bersatu melawan ini,” tandas Mbai.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan