BANDUNG – Tenaga Ahli Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Jawa Barat (Jabar) Ramram Mukhlis Ramdani mengatakan, isu tentang intoleransi, radikalisme, ekstrimisme, dan akan berujung dengan terorisme menjadi persoalan besar, terutama di Jabar.
Hal tersebut dikatakannya saat diskusi bersama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Achmad Yani terkait untuk menangkal perilaku intoleransi, radikalisme, dan ekstrimisme yang kerap tumbuh di lingkungan perguruan tinggi atau kampus.
Menurutnya, Jabar termasuk daerah yang memiliki tingkat intoleransi dan radikalisme yang tinggi. Pasalnya, Jabar memiliki total jumlah penduduk 50 juta jiwa dengan kondisi yang heterogen.
BACA JUGA: Intoleransi Awal dari Bibit Radikalisme
“Ini yang kemudian menyebabkan kami sangat riskan dan rentan apabila muncul perilaku intoleransi, radikalisme, dan ekstrimisme,” kata Ramram saat ditemui di Bandung, Kamis (25/3).
Ia menjelaskan, kegiatan tersebut merupakan bagian dari kontribusi dari para mahasiswa agar perilaku intoleransi, radikalisme, dan ekstrimisme dapat diredam, khususnya di Jabar.
Dia menilai perguruan tinggi memiliki peran yang sangat vital karena para mahasiswa mampu menjadi corong bagi masyarakat serta menyampaikan bahwa dibalik heterogenitas Jabar masih tetap bisa hidup dengan adem ayem.
BACA JUGA: PAN Kecewa Tuduhan Radikalisme Din Syamsuddin
“Apalagi orang Jabar kan Silih Asih Silih Asah Silih Asuh. Saya berharap mereka (mahasiswa) bisa memupuk rasa kebangsaannya lebih kuat. Karena persoalan intoleransi, radikalisme, dan ekstrimisme itu kalau sikap kebangsaannya sudah hilang. Pasti terjadi,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Founder NADI Firman Hidayah Qolbi menambahkan, pihaknya menyoroti perilaku yang muncul di masyarakat dalam masa pandemi Covid-19 yakni rasa benci terhadap pemerintah dan kelaparan yang.
Menurutnya, dua kondisi tersebut merupakan kondisi awal fundamental munculnya bibit intoleransi, radikalisme, dan ekstrimisme.
BACA JUGA: Atasi Tingginya Tingkat Intoleransi, Kesbangpol Jabar Formulasikan Hasil FGD
“Maka untuk itu Jabar harus lebih bisa menguatkan nuansa preventif deteksi dini. Sehingga, kedepannya dengan bonus demografi yang terdiri dari 70 persen generasi milenial, pemerintah jangan hanya fokus menggeser radikalisme ke arah politik tetapi ke arah yang lebih positif,” tambahnya.