Oleh : Dahlan Iskan
DUA kemungkinan ini yang saya khawatirkan.
Pertama, Tiongkok segera memproduksi vaksin dendritik –seperti konsep Vaksin Nusantara. Kalau itu terjadi kita akan gigit jari. Kita akan kembali menjadi bangsa konsumen produk luar negeri –seperti mobil listrik.
Kedua, mungkin saja pihak Amerika –yang bekerja sama dengan Balitbang Kemenkes, Undip Semarang, RSUP Kariadi– akan memindahkan Vaksin Nusantara ke negara lain –tanpa nama Nusantara.
Kemungkinan pertama itu sangat besar. Saya ikuti perkembangan terbaru di Shenzhen. Arahnya juga ke sana. Kita sudah tahu betapa cepat Tiongkok melegalkan vaksin-vaksin Covid-nya.
Kemungkinan kedua juga sangat besar. Pihak Amerika akan memindahkannya ke Brasil atau India, atau negara mana pun. Apalagi mereka sudah punya hasil uji coba fase 1 yang dilakukan di Semarang. Mereka bisa memanfaatkan itu sebagai harta karun –di mata peneliti.
Pihak Amerika tentu tidak mau mengerti apa saja kesulitan partnernya di Indonesia. Apalagi mereka juga punya kaidah sendiri di bidang keilmuan.
Sebenarnya banyak yang mengingatkan saya untuk tidak menulis lagi Vaksin Nusantara. Bahkan sejak tulisan edisi pertama terbit –dari tiga seri waktu itu.
Tapi saya berpikir dan berpikir. Saya tidak mau menyesal untuk kali kedua. Maka saya harus menulis apa yang harus saya tulis. Biarlah mobil listrik kandas –tapi jangan Vaksin Nusantara.
Sebagai penerbit Disway, tentu saya tahu ada iklan dua halaman di Harian Disway Surabaya edisi hari ini. Saya sudah baca iklan itu sejak kemarin sore –sebelum dikirim ke percetakan.
Saya lega membaca iklan itu. Maka tulisan yang sudah saya siapkan untuk Disway edisi pagi ini saya batalkan. Saya ganti dengan tulisan yang sekarang ini. Toh saya masih bisa menulis tentang TKDN itu kapan saja. TKDN adalah problem lama yang selalu baru.
Dari iklan itu terlihat bahwa ternyata Tim Peneliti Vaksin Nusantara tidak perlu menyembunyikan sesuatu. Semua hasil fase 1 uji coba itu dibuka lebar. Di iklan itu. Tidak ada yang ditutup-tutupi.
Saya lihat iklan itu sendiri dibuat untuk memenuhi keinginan DPR. Yang dalam rapat Komisi IX Rabu lalu sepakat agar Tim Peneliti membuka saja hasil fase 1 itu ke publik.