Susatyo menegaskan, perilaku Rian meniru gelagat serial killer alias pembunuh berantai. Berbuat secara sadar tanpa penyesalan sedikit pun. Malah, kata Susatyo, Rian cenderung menikmati perbuatannya menghilangkan nyawa kedua korban.
”Dari hasil interogasi, tersangka bisa jadi tidak jera dengan pembunuhan pertama. Tersangka menikmati juga menghabisi nyawa korban kedua. Itu melalui pengakuannya sehingga kami berhasil meringkusnya agar tidak jatuh korban-korban berikutnya,” terangnya.
Sementara itu, Rian diketahui positif menggunakan narkotika jenis sabu-sabu. Kandungan metamfetamin dalam sabu-sabu dinilai sebagai salah satu faktor yang memperburuk perangai psikopat.
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menuturkan, pengaruh metamfetamin 50 kali lebih kuat daripada kokain. Penggunanya memiliki perilaku yang sangat agresif. ”Obat ini memunculkan perasaan gembira yang meluap-luap,” ujarnya.
Metamfetamin juga merusak fungsi otak. Dalam banyak kasus memunculkan sifat paranoid ekstrem.
”Serta memunculkan perilaku mirip skizofrenia, gangguan kemampuan berpikir dan berperilaku baik,” jelasnya.
Karena itulah, metamfetamin dinilai sebagai satu-satunya obat yang memiliki hubungan sangat kuat dengan aksi pembunuhan. Dalam sebuah penelitian, penggunanya memiliki risiko membunuh sembilan kali lebih tinggi daripada non pengguna.
”Namun, semua itu menjadi dilematis dalam sebuah kasus pembunuhan,” urainya.(jawapos)