JAKARTA- Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengakui ingin adanya masukan dan kritikan dari masyarakat, dianggap paradoks, sebab ada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang siap menjerat para pengritik pemerintah.
Menanggapi itu, Aktivis sosial dan politik Ferdinand Hutahaean mengaku belum pernah mendengar para pengritik Jokowi ditangkap dan dipenjara. Menurutnya, yang selama ini dipenjara adalah mereka yang menyebar hoaks, fitnah dan penghasutan.
“Masa sih mengkritik Jokowi dipenjara? Kok saya belum temukan buktinya? Tapi kalau penyebaran hoax, fitnah, penghasutan dipenjara, betul ada. Dan itu sudah sesuai hukum yang berlaku. Bukankah tugas Polisi menegakkan hukum? Nanti kalau tidak diproses hukum, negara ini jadi negara barbar,” ucap Ferdinand Hutahaean dikutip akun twitternya, Sabtu (13/2).
Lebih jauh eks kader Partai Demokrat ini menilai, mereka yang menuding pemerintah menggunakan buzzer dan anti kritik, hanya untuk membuat stigma negatif kepada Presiden Jokowi.
“Koar-koar tentang buzzer dan anti kritik itu hanya isu propaganda opini untuk membentuk stigma negatif bagi Presiden dan Koalisi Kekuasaan,” ucap Ferdinand.
“Mereka akan berpura-pura tertindas, padahal memfitnah Presiden Jokowi dengan tuduhan otoriter dan anti kritik saja mereka berani sambil tertawa, tak ada ketakutan. Munafik.!,” sambung Ferdinand.
Selain itu dia menilai, serangan terhadap Jokowi selama ini hanya untuk peralihan isu setelah gagal memaksa Pilkada digelar 2022.
“Tujuannya membangun stigma negatif seakan Jokowi otoriter agar calon yang didukung koalisi Jokowi 2024 ditakuti rakyat. Ini politik kotor yang dibuzzeri elit, ” pungkasnya. (Fin.co.id).