BANDUNG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung akan menelusuri sekaligus mencari solusi terkait dugaan pungutan liar (pungli) untuk jasa pikul jenazah pasien Covid-19 di tempat pemakaman umum (TPU) Cikadut, Kota Bandung.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung, Ema Sumarna mengatakan, meski jenazah pasien Covid-19 membutuhkan layanan tambahan, namun kegiatan pungli tersebut tidak dibenarkan secara aturan.
“Kalau sekarang ini secara faktual bahwa mayat ini harus dilakukan layanan tambahan, karena istilahnya tidak digotong pihak keluarga. Nah ini kan ada jasa, tapi jasa ini dari kaca mata regulasi belum bisa diakomodasi. Nah kita tidak mungkin bahwa itu seolah olah menjadi dibenarkan,” ujarnya di Balai Kota Bandung, Selasa (26/1).
Dia menuturkan, persoalan di TPU Cikadut harus dikomunikasikan secara menyeluruh. Pemkot Bandung tidak dapat mengambil keputusan secara tergesa-gesa dan menyalahi aturan. Terlebih, hal tersebut menyangkut kepentingan masyarakat.
“Masalah nanti ini menjadi kebutuhan. Di satu sisi kalau untuk penghasilan masyarakat saya bergembira. Tapi kalau dari perspektif regulasi, kan ada masalah tanggung jawab, yang notabene pemerintah tidak dalam posisi mengatur itu. Tapi ini ada tuntutan kebutuhan. Nanti kita bicarakan,” tuturnya.
Sejauh ini, kata Ema, Pemkot Bandung belum bisa memberikan keputusan dan kebijakan untuk menjadikan para pemikul di TPU Cikadut sebagai pekerja harian lepas (PHL).
“Nanti kita bicarakanlah dengan Distaru (Dinas Tata Ruang) apakah fungsi peran manfaat itu memang dibutuhkan. Tapi saya bicara dari segi regulasi bahwa itu tidak dibenarkan. Kalau kita tidak bersikap, seolah-seolah pemerintah yang disalahkan. Makanya pendekatannya adalah pendekatan regulasi,” ungkapnya.
Dia menambahkan, pemerintah kota harus melihat dari sisi anggaran dan aturan. Sehingga, kebijakan yang diambil nantinya akan sesuai dan tepat agar tidak menimbulkan permasalahan lain.
“Anggaran dari Distaru ada atau tidak. Kalau ada sesuai peruntukannya atau tidak. Kan sifat uang itu begitu. Sekarang digunakan, benar untuk kepentingan masyarakat. Tapi dari perspektif perencanaan, dan ketentuannya itu, ternyata tidak terakomodasi,” jelasnya.
Sebelumnya Ema mengatakan, persoalan semacam ini sangat membebani masyarakat terlebih di tengah kondisi pandemi Covid-19. Pasalnya, kata dia, biaya yang dipatok tidak sedikit.