SEMARANG – Seorang ibu warga Manyaran, Semarang Barat, DF (50) harus menghadapi anak kandungnya AP (26), warga Salatiga, di Pengadilan Negeri Kota Salatiga.
DF digugat perdata oleh anak kandungnya tersebut. Setelah menguras energinya saat mengurus perceraian dengan suaminya, DF yang sehari-hari menjadi Aparatur Sipil Negara di salah satu OPD Pemprov Jateng itu kini digugat perdata oleh anak kandungnya yang merupakan mahasiswa kedokteran di salah satu PTS di Yogyakarta.
“Digugat oleh anak kandung itu sungguh sangat menyakitkan bagi seorang ibu. Sangat menyakitkan. Tega. Apakah dia tidak ingat seorang ibu mengandung sembilan bulan? Melahirkan seperti itu sakitnya. Merawat menyusui hingga dia dewasa,” kata DF dengan mulut bergetar saat menceritakan kasusnya kepada Radar Semarang, Selasa (19/1).
DF mengatakan, setelah bercerai dengan suaminya, dia dituntut anaknya menyerahkan mobil Toyota Fortuner yang selama ini dipakai bekerja.
Menurut DF tuntutan itu diajukan berawal dari penjualan mobil Toyota Yaris miliknya yang dibeli atas nama sendiri. “Buktinya ada. Atas nama saya sendiri,” tegasnya.
Mobil tersebut dijual pada awal Januari 2013 kepada teman anaknya. Selanjutnya, DF berniat membeli mobil yang agak besar. Sehingga kalau dipakai mudik bisa lebih lapang.
“Kalau bawa barang juga tidak sesak,” katanya. Mobil Fortuner baru itu dibeli di Nasmoco Kaligawe pada bulan itu juga. Pembayarannya dilakukan pada Februari 2013. “Agar tidak kena pajak progresif, BPKB mobil Fortuner itu pakai nama anak saya yang laki-laki itu (AP),” katanya.
Nah, berawal dari situ, DF digugat perdata oleh anaknya. “Saya sedikit pun tidak terlintas ini akan menjadi masalah hukum di Pengadilan Negeri Salatiga. Mobil saya akan diambil hanya karena namanya. Padahal saya membeli pakai uang saya sendiri. Saya bekerja, ngumpulin uang,” katanya sambil terisak.
Saat bercerita, air matanya terus menetes. Beberapa kali DF membuka kacamatanya untuk menghapus air mata. “Sejak saya digugat sekian tahun ini, saya dihitung sewa mobil itu. Saya harus membayar uang cash hingga Rp 200 juta. Yang saya heran, saya beli mobil dari keringat saya, ngumpulin uang sendiri kok saya dibilang sewa. Saya tak habis pikir. Kalau saya tidak membayar uang sewa, rumah yang saya tempati sekarang akan dipakai jaminan,” katanya.