Saya sendiri cenderung menerjemahkan yang nadanya memihak Bu Susi. Ketika beliau mengatakan kelak benur bisa langka, tentu maksudnyi bukan langka seperti harimau Jawa. Jadi, mempersoalkan kata ”langka” dari Bu Susi tidak sama dengan membicarakan langkanya badak bercula dua.
Yang saya juga tidak dapat penjelasan adalah: apakah kebijakan larangan ekspor dari Bu Susi itu sifatnya permanen atau sementara. Misalkan Bu Susi lah yang diangkat lagi menjadi Menteri KP: apakah beliau tetap melarang ekspor? Atau akan membuka ekspor –dengan asumsi populasi benur sudah kembali banyak?
Saya memang terus berkomunikasi dengan Bu Susi. Tapi begitu saya ingin bertanya soal lobster beliau tidak merespons. Saya pun berbicara dengan ”orang dalam” perikanan yang tidak ikut politik. Ia punya pikiran sendiri.
Menurutnya Bu Susi melarang ekspor benur itu sudah benar. Yang kurang adalah mengapa beliau tidak mendorong pengembangan budidaya di dalam negeri. Bu Susi, menurut tafsirnya, punya aliran pemikiran ini: biarlah benur itu besar sendiri di laut bebas. Nelayan bisa menangkapnya setelah menjadi lobster.
Bu Susi berhasil. Indonesia menjadi pengekspor lobster nomor 1 di Asia Tenggara. Sejak 2017. Meski nilai ekspor tahun 2018 baru sebesar USD 28,7 juta. Hampir Rp 0,5 triliun. Memang masih kalah dengan nilai ”ekspor” benur yang mencapai Rp 1 triliun.
Di masa Bu Susi. pun nelayan masih tetap saja menangkap benur. Sembunyi-sembunyi. Itu karena memang ada yang membeli. Untuk diselundupkan ke Vietnam –lewat Singapura.
Di tahun terakhir masa jabatan Bu Susi tekad memberantas selundupan itu ditingkatkan. Koordinasinya dengan TNI-AL mencapai puncak semangat-semangatnya. KSAL baru yang sekarang ini adalah ketua tim pemberantasan penyelundupan benur waktu itu.
Beberapa pelaku sudah ditangkap. Diadili. Dijatuhi hukuman –ringan sekali. Itu lantaran yang tertangkap hanyalah operator di laut. Bu Susi masih terus ingin meningkatkan pemberantasan itu. Tapi masa jabatannya berakhir.
Bagi yang pro nelayan tangkap benur, kebijakan Bu Susi itu dianggap tidak memahami kesulitan ekonomi rakyat di bawah. Yang mereka itu tidak bisa menunggu lobster menjadi besar. Mereka tidak bisa menunda makan –selama delapan bulan.