JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2020 masih terkontraksi negatif sekitar 3 persen. Dengan demikian, setelah pada kuartal sebelumnya minus 5,32 persen, maka Indonesia resmi masuk jurang resesi.
“Pada kuartal III ini, kita juga mungkin sehari, dua hari, tiga hari akan diumumkan oleh BPS, juga masih berada di angka minus. Perkiraan kami minus 3 persen, naik sedikit,” kata Jokowi di Jakarta, kemarin (2/11).
Sementara itu, kata Jokowi, realisasi investasi juga masih kurang bergairah pada kuartal III/2020. Karena itu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu memperkirakan investasi bakal minus lebih dari 5 persen.
Padahal, sudah meminta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk mendorong investasi pada kuartal III/2020 bisa minus di bawah 5 persen. Namun, hal itu sulit direalisasikan.
Kendati negatif, Jokowi mengklaim angkanya tetap lebih baik dari realisasi kuartal II/2020 yang minus mencapai 5,32 persen. Selain itu, ia juga menyatakan bahwa situasi ekonomi Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan negara lain.
“Kuartal akhir, saya harapan realisasi belanja betul-betul harus berada pada titik maksimal,” tegas Jokowi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, sebelumnya memprediksi ekonomi kuartal III/2020 terkontraksi atau minus 1 persen sampai minus 2,9 persen. Angkanya lebih tinggi dari perkiraan Jokowi.
Bendahara negara ini menjelaskan kontribusi total belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 18 persen. Menurutnya, realisasi belanja hingga akhir September meningkat pesat dibandingkan kuartal II/2020.
Secara keseluruhan, Sri Mulyani memprediksi ekonomi Indonesia minus hingga akhir tahun. Tepatnya, ekonomi domestik akan minus di kisaran 0,6 persen sampai 1,72 persen.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengklaim kondisi perekonomian pada kuartal III masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk negara di kawasan Asean dan negara G20.
“Negara-negara di dunia juga masih mengalami struggle untuk menghadapi Covid-19 dan mereka menggunakan instrumen fiskalnya secara luar biasa, kalau kita lihat dari sisi magnitude-nya, seluruh dunia terjadi pelebaran defisit fiskal yang luar biasa besar,” ujarnya.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi pada kuartal II/2020 mengalami kontraksi minus 5,32 persen. (din/fin)