BANDUNG – Insiden penyerangan terhadap tenaga keamanan serta perusakan fasilitas yang dilakukan oleh oknum petugas kepolisian saat aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja ke kampus Unisba berbuntut panjang.
Keluarga Besar Mahasiswa Unisba (KBMU) mendesak pihak Polrestabes Bandung untuk meminta maaf atas insiden penyerangan dihadapan awak media.
“Kita secara tegas mengatakan pihak kepolisian terkhusus Polrestabes Bandung harus meminta maaf secara langsung di media,” tegas Demisioner Presma Unisba mewakili KBMU, Luthfi, baru-baru ini.
Menurutnya, aksi perusakan fasilitas tersebut berdampak pada aktivitas di dalam kampus. “Karena ini sudah menyangkut harkat dan martabat seluruh sivitas akademika di Unisba, kita yang bayar SKS kita yang rusak,” ucapnya.
“Sekarang lagi recorvery semua sivitas akademika lagi dikumpulkan oleh pihak kampus, supaya kampus bisa lagi berjalan, karena kemarin pasca aksi kampus kita sempat berhenti,” tambahnya.
Tak hanya itu, Lutfi menjelaskan bahwa hal tersebut sebagai bahan percontohan apabila ada atau terjadi perusakan kampus lain, maka pihak kampus harus tegas dalam menyatakan sikap.
“Kita tegas mengatakan bahwa Unisba harus menjadi percontohan ketika kampus-kampus yang lain dirusak oleh oknum polisi,” terangnya.
Sementara, Rektor Unisba Prof Edi Setiadi secara tegas menyatakan sikap dan penyesalan atas insiden oknum aparat kepolisian yang penembakkan gas air mata ke area kampus Unisba yang menyebabkan kerusakan terhadap sejumlah fasilitas.
Edi menyebutkan, ada 6 poin yang akan disampaikan kepada Polda Jabar dengan tembusan ke Polrestabes Bandung.
Pertama, kata dia, bahwa tindakan sebagian oknum yang menangani tindak unjuk rasa mahasiswa termasuk di dalamnya mahasiswa Unisba yang melakukan tindakkan berlebihan atau eksponsif sehingga menyebabkan fasilitas kampus rusak.
“Sungguh sebuah perbuatan yang tidak patut dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam rangka menjalankan fungsinya. Karena fasilitas kampus tidak ada bedanya dengan objek dari pelaksanaan tindakkan polisi tersebut,” kata Edi.
Kedua, lanjut dia, bahwa penegak hukum polisi harus juga memperhatikan kode etik penegakkan hukum. Salah satunya adalah kapan penegak hukum menggunakan kekuatan.
Kemudian, sambung Edi, juga harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar penggunaan kekuasaan bersenjata dalam peneggakan hukum oleh aparat penegak hukum.