NGAMPRAH – Para petani kecil yang berada di wilayah Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) khusunya Kawasan Bandung Utara (KBU) kerap berhadapan dengan perusahaan raksasa yang bergerak di bidang industry wisata, properti mewah dan Villa.
Menanggapi hal tersebut, sejumlah pegiat lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat, merasa prihatin dengan kondisi tersebut. Padahal, para petani telah menduduki dan memanfaatkan lahan sejak puluhan tahun. Tak jarang, konflik lahan tersebut berujung intimidasi terhadap petani.
”Saat ini petani di KBU masih dikriminalisasi oleh investor. Perlindungan dan kesejahteraan petani belum terpenuhi. Ini harus menjadi perhatian bagi pemerintah,” kata Manager Kaderisasi dan Pendidikan Walhi Jawa Barat, Khaerudin Inas di sela acara peringatan Hari Tani Nasional di kawasan Pagerwangi, Lembang, Kamis (24/9).
Ironisnya, kata Inas, korporat bukan saja melakukan intimidasi terhadap petani. Mereka juga sering mengakali izin di kawasan Bandung Utara. Hingga 2020, Walhi mencatat ada 4.400 pelanggaran izin oleh para investor di KBU.
”Selain intimidasi terhadap petani. Para korporat ini juga sering menyalahi izin. Catatan kita ada 4.400 pelanggan izin wilayah KBU. Untuk data konflik dengan petani, saat ini kita masih rekap datanya, yang jelas angkanya juga cukup banyak,” jelasnya.
Menurut Inas, pelanggaran izin tersebut bakal berdampak pada kondisi ekologis di Kabupaten Bandung Barat. Terutama hilangnya daerah-daerah tangkapan air karena telah beralih fungsi menjadi kawasan wisata, hotel atau villa.
”Pelanggaran izin ini mayoritas melanggar zona L2 yang seharusnya wilayah lindung tempat resapan air malah dibangun. Imbasnya, kejadian Di Panorama Lembang, baru hujan berapa menit sudah banjir,” tuturnya.
Dalam kegiatan peringatan Hari Tani Nasional tersebut, sejumlah petani KBU dan elemen masyarakat sipil menggelar aksi orasi dan membentang spanduk raksasa bertuliskan ”Tanah Untuk Rakyat Bukan Untuk Korporat. Stop Alih Fungsi Lahan Kawasan Bandung Utara (KBU)”
Salah satu Petani di KBU, Abah Atang (55), mengaku saat ini masih mendapat intimidasi dari salah pengembang perusahaan properti karena mempertahankan lahan garapan. Ia kini berstatus tersangka karena dituduh melakukan pencemaran nama baik terhadap perusahaan.