Prof Elvis Warsono

Ayahnya pegawai negeri rendahan. Ibunya bidan. Tapi ia masih punya satu kakak dan dua adik. Tahun itu adalah puncak kesulitan ekonomi Indonesia –di akhir masa pemerintahan Bung Karno. Sang ayah masih harus membiayai saudara-saudaranya.

Untungnya Budi lulus terbaik di SMA Blitar. Ia diterima di tiga fakultas kedokteran sekaligus: Airlangga, UI, dan UGM. Tentu ia memilih Airlangga –di zaman itu Airlangga jadi Fakultas Kedokteran terbaik di Indonesia.

Akibatnya ia harus dinunutkan (ngenger) di salah satu famili di Surabaya. Yang rumahnya sekitar 10 Km dari Airlangga.

Tidak ada pembantu di rumah itu. Budi-lah pembantu itu. Ia sangat emosional kalau bercerita masa-masa ngenger-nya itu.

Memang makan dan tidur gratis. Tapi jam 4 pagi harus bangun untuk mengisi bak air, menyapu, ngepel, mempersiapkan anak-anak di keluarga itu untuk sekolah.

Makan malam pun baru bisa dilakukan hampir tengah malam. Setelah tuan rumah selesai makan malam. Ini keluarga Jawa. Yang sopan-santun harus dijaga. Termasuk waktu untuk makan.

“Dan mereka itu kalau makan malam lama sekali,” ceritanya. Mungkin saja makan selama satu jam pun terasa lima jam dalam suasana seperti itu.

Perasaan sebagai pemuda ‘termiskin di dunia’ itu membuat ia minder di depan wanita. Ia ragu apakah akan bisa menarik di depan wanita. “Setelah jadi dokter ternyata banyak yang akan menjodohkan,” ujar Budi.

Tapi jodoh itu datang sendiri. Suatu malam datanglah pasien ke tempat praktiknya. Seorang gadis. Budi langsung jatuh cinta. Langsung menyatakan ingin menikahinya.

“Eh, justru dia yang minder,” ujar Budi mengenang. “Dia bilang kenapa saya mau menikah dengan gadis dari keluarga miskin,” ujar Budi mengenang.

Itulah istirinya. Yang sekarang lagi di ICU –tanpa tahu kalau suaminyi sudah meninggal.

Dialah yang memberi Prof Budi tiga orang anak; laki-laki semua, dokter semua, spesialis semua –sebentar lagi.

Anak termiskin di dunia itu akhirnya memang menjadi dokter terkenal, spesialis terkemuka, guru besar yang berwibawa. Dan ia sudah pernah bisa menjadi Elvis Presley dalam hidupnya.(Dahlan Iskan)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan