Semen Proyek KCIC Cemar Lingkungan

NGAMPRAH – Proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) di wilayah Kabupaten Bandung Barat kembali menimbulkan dampak negatif untuk warga di area pembangunan.

Misalnya, 182 hektare lahan persawahan di Desa Puteran, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat, yang tercemar limbah semen proyek multi nasional itu.

Limbah proyek tersebut, diketahui berasal dari proyek pembuatan tunnel 6.3 yang mencemari aliran Sungai Cileuleuy yang mengalir ke lahan sawah milik warga di lima kampung yakni Kampung Sukamulya, Sukamanah, Sukaresmi, Patrol, dan Tegalmandor.

”Yang tercemar sekitar 182 hektare. Kita belum tahu dampak buruk terhadap tanaman padinya, karena pada saat tercemar padi dalam kondisi sebentar lagi panen,” ujar Ketua Gabungan Kelompok Tanin (Gapoktan) Desa Puteran, Ayi Jamaludin, Rabu (2/9).

Menurutnya, beberapa hari yang lalu di tanah lahan sawah masih tersisa endapan semen proyek KCIC. Namun saat ini aliran air dari Sungai Cileuleuy mulai membaik dan membersihkan sisa endapan.

”Kalau sebelumnya memang sangat terlihat keruh, bahkan di tanah sawah itu ada sisa endapannya. Kemarin mulai jernih lagi, tapi tetap saja lahan kita sudah tercemar dan bisa mengganggu pertumbuhan padi,” jelasnya.

Ayi mengatakan, tak hanya itu saja, warga Kampung Batupande, RT 02/RW 10, Desa Puteran, Kecamatan Cikalongwetan, KBB juga terdampak polusi debu dari aktivitas hilir mudik truk pengangkut material.

Seperti yang keluhkan Ida (40) warga setempat mengungkapkan debu-debu putih itu beterbangan tertiup angin dan saat truk melintas hingga menyebabkan warga merasakan gatal-gatal di kulit. ”Iya terdampak polusi debu, warga di sini banyak yang mengeluhkan gatal-gatal. Karena kan menempel di kulit. Rata-rata ibu-ibu sama anak-anak,” akunya.

Namun Ida mengaku warga di lingkungannya tidak mendapatkan Kompensasi Dampak Negatif (KDN) padahal sangat terganggu akibat polusi debu tersebut. ”Kalau kompensasi enggak dapat, tapi katanya sudah ada yang dipilih jadi perwakilan dan cuma orang itu yang menerima kompensasinya,” tuturnya.

Hal yang sama dikatakan Linda, warga lainnya juga mengaku  merasakan gatal-gatal lantaran air di rumahnya yang biasanya dipakai untuk mandi dan mencuci tercemar limbah semen.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan