Hari menambahkan, bahwa sport science dapat memonitor kenaikan dan penurunan performa atlet, memutuskan promosi dan degradasi berbasis data, dan dengan identifikasi tertentu dapat menentukan cabor yang tepat. ”Yang penting lagi adalah harus ada pemahaman yang sama, kalau pelatih tidak paham atau atlet tidak paham akan terjadi ketidaksambungan dan akan menjadi lama berkembangnya,” tegasnya.
Sementara itu, pihak LIPI menyebutkan bahwa penelitian juga sangat diperlukan untuk pengembangan sport science dan kolaborasi dari berbagai lembaga peneliti sehingga secepatnya dapat diterapkan dengan tepat. ”LIPI banyak melakukan penelitian, termasuk bidang sport science, banyak dana di berbagai lembaga peneliti yang bisa dikerjasamakan, bisa dijajaki oleh Kemenpora,” kata Kadek dari LIPI.
Octavianus Matakupan dari UNJ, menekankan bahwa diperlukan komitmen dari pemerintah, karena sebenarnya sport science sudah dibicarakan sejak era tahun 1980, bahkan sempat menggema di 1990, namun masih bersifat isu sporadis. ”Sport science sebenarnya sudah ada sejak 1980, tetapi sebatas heboh jika ada kegagalan prestasi lalu dianggap penting harus ada peran sport science,” katanya.
Lebih jauh diperlukan keberlangsungan, penerapan yang terus menerus, hanya dengan kesinambungan hasil prestasi yang meningkat dapat diperoleh. ”Kata kuncinya, jangan berhenti. Ada komitmen pemerintah untuk kontinuitas. Hanya dengan menjaga penerapan secara terus menerus akan ada hasil. Saya melihat hasil Asian Games, SEA Games yang lalu bagus karena ada beberapa cabor yang kontinu menerapkan sport science,” pungkasnya.(jpnn/rus)