CIMAHI – Penerapan Adaptasi Kebiasaan Baru (ABK) berdampak terhadap Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Cimahi. Perda tersebut saat ini tengah direvisi yang diklaim sudah mencapai 80 persen dan ditargetkan rampung pekan depan.
Salah satu pemicu revisi Perda tersebut dikarenakan adanya kebiasaan baru seiring mewabahnya Corona Virus Disease (Covid-19). Seperti penggunaan masker dan mencuci tangan hingga pembatasan kerumunan.
”Iya salah satu pemicunya itu AKB. Penggunaan masker, terus kebiasaan yang dilakukan saat ini seperti cuci tangan kita masukan agar menjadi kebiasaan yang baik,” jelas Ketua Badan Pembentukan Perda pada DPRD Kota Cimahi, Enang Sahri Lukmansyah saat dihubungi Senin (10/8).
Rencana pemberian denda, terang Enang, sempat masuk dalam revisi Perda Ketertiban Umum namun hingga saat ini belum final karena masih banyak pertimbangan. Apalagi Perda merupakan produk hukum yang akan berlaku lama.
Namun, tegas Enang, penggunaan masker hampir dipastikan akan masuk dalam point revisi. Alat Pelindung Diri (APD) tersebut nantinya harus digunakan bagi warga yang mengeluhkan sakit batuk, pilek dan sebagainya.
”Orang yang sakit batuk pilek dan sebagainya itu diwajibkan pakai masker. Jadi harus diterapakan dikeseharian,” tegasnya.
Selain soal AKB, point utama yang akan masuk dalam Perda Ketertiban Umum terbaru adalah seputar tindak asusila dan perizinan Warung Internet (Warnet). Rencananya dalam aturan terbaru itu jam operasional Warnet akan dibatasi.
Enang melanjutkan, revisi Perda Ketertiban Umum tersebut rampung pekan depan dan langsung disetorkan kepada Gubernur Jawa Barat dan Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) RI untuk dilakukan evaluasi, sebelum akhirnya disahkan sebagai produk hukum.
Dalam rencana kerja, seharusnya evaluasi di tingkat gubernur selesai selama dua pekan.
”Baru 80 persen, minggu depan beres. Kalau dalam aturan dua minggu tapi kenyataannya ada yang sebulan, dua bulan baru turun sehingga pengundangannya rada telat,” paparnya.
Untuk menyelesaikan satu produk Perda tersebut, beber Enang, setidaknya dibutuhkan anggaran sekitar Rp 150 juta. Anggaran tersebut digunakan untuk kebutuhan rapat-rapat hingga study banding atau kunjungan kerja ke daerah lain.