BANDUNG – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung mencatat 30 kasus prostitusi online yang melibatkan anak dibawah umur.
Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak pada DP3APM, Aniek Febriani mengatakan, 30 anak tersebut rata-rata pernah menjadi korban kekerasan seksual.
”Dari situ mereka akhirnya terjerumus kedalam praktik prostitusi online,” kepada awak media, di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukancana, Selasa (21/7).
Menurutnya, aktivitas anak selama pandemi yang lebih banyak di dalam rumah juga menjadi salah satu faktor bagi anak untuk berlama-lama bermain gadget.
”Bisa jadi karena penggunaan gadget yang terlalu bebas, apalagi pada masa pandemi ini mereka berada dirumah dan mengalihkannya dengan bermain gadget,” ujar Aniek.
Aniek menilai keberadaan media sosial juga bisa menjadi salah satu celah masuknya prostitusi online.
”Memang itu sangat berpengaruh sekali, karena (prostitusi) online itu juga karena gadget, banyak aplikasi seperti itu, jadi semuanya melalui gadget,” imbuhnya.
Selain itu, lanjutnya, aspek ekonomi juga menjadi faktor lain adanya kasus prostitusi online. Pasalnya ada saja anak yang merasa tidak terpenuhi kebutuhan gaya hidupnya oleh kedua orang tuanya.
”Kalau masalah prostitusi online itu tidak hanya gadget, tapi memang unsur dari (pemenuhan kebutuhan) ekonomi menurut versi mereka, untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tidak dapat dipenuhi oleh keluarganya. Mereka mempunyai sarana yang bagi mereka padahal salah untuk mencapai keinginan mereka, seperti handphone yang bagus atau sebagainya,” jelasnya.
Untuk mencegah terus terjadi hal yang serupa, Aniek mengaku pihaknya terus melakukan pendampingan terhadap orang tua maupun anak.
”Kami paling hanya pendampingan kepada orang tuanya, anaknya juga kalau bisa dihadirkan ada beberapa, kita kasih pendampingan konseling, tapi kalau untuk memutus prostitusinya kami tidak memiliki akses ke sana,” ucapnya.
Sementara itu untuk kasus kekerasan terhadap anak, pihaknya mencatat dalam kurun waktu enam bulan atau dari Januari hingga Juli 2020 sedikitnya ada 70 kasus kekerasan terhadap anak. 30 diantaranya merupakan kasus kekerasan seksual dan prostitusi online. Sementara sisanya merupakan kekerasan psikis dan fisik.