PLN Tak Profesional?

Kenaikan Rp 150 ribu, lanjut Umi, membuat dirinya merasa keberatan, karena pemakaian tidak bertambah, malahan sejak pandemi Covid-19 toko-toko yang dikontrakan tutup, sehingga pemakaian listrik berkurang, namun tarif listrik malah naik.

“Listrik di rumah bergabung dengan dua toko yang dikontrakan, namun selama pandemi kan mereka tutup karena sepi pembeli, tetapi tarif listrik malah melonjak, dari situ terlihat kenaikan listrik yang signifikan dan tak jelas,” ungkap Umi.

Keluhan juga datang dari warga Kabupaten Bandung Barat (KBB) Depi Gunawan. Warga Kayuambon, Lembang, Kabupaten Bandung Barat ini menyebut jika dirinya harus membayar Rp 350 ribu lebih dari biasanya yang ia hanya membayar Rp 190 ribu.

“Iya ada kenaikan hampir 2 kali lipat, biasanya cuma Rp 180 ribu paling Rp 190 ribu, tapi tiga bulan belakangan ini sampai Rp 400 ribu,” ungkap Depi.

Ia mengaku penggunaan listrik setiap bulan tak berbeda jauh selama pandemi dan sebelum pandemi Covid-19. Meskipun sempat ia dan keluarganya diam di rumah selama beberapa bulan.

“Sebetulnya penggunaan itu kan normal enggak ada perubahan dari yang biasanya. Karena kita pakai listrik ya cuma yang dibutuhkan aja,” tuturnya seraya menyebut kapasitas listrik di rumahnya saat ini memiliki daya 1.300 watt.

Untuk memastikan informasi yang jelas soal lonjakan tagihan listrik, Jabar Ekspres mencoba menghubungi pihak PT PLN. Manager Komunikasi PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Jabar, Iwan Ridwan justru membantah atas konfirmasi soal kenaikan tarif listrik.

“Bulan Juni, Juli ada beberapa pelanggan yang merasa rekening listriknya naik. Namun, seperti yang saya sampaikan bahwa itu lonjakan tagihan listrik, bukan tarifnya yang naik,” tegas Iwan.

Iwan pun dengan santai menjelaskan, sejak tahun 2017 belum ada kenaikan listrik. Sehingga, jika pelanggan merasa tagihannya naik. Itu semata-mata karena pemakaiannya bertambah.

“Selama masa pandemi kan banyak kegiatan di rumah. Pasti meningkat tajam. Listrik yang dikonsumsi oleh pelanggan selama satu bulan dikali dengan rupiah per-KWH. Itu tarif dasar listrik yang ditetapkan oleh pemerintah dan DPR,” jelasnya.

Seperti diketahui, lanjut iwan, kebijakan menghitung listriknya menggunakan 3 bulan sebelumnya. Untuk rekening April, harusnya pemakaiannya Maret. Sebab, tidak ada pencatatan.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan