Lima zona tersebut ditentukan berdasarkan leveling dan analisis dari sembilan indikator, yakni laju Orang Dalam Pemantauan (ODP), laju Pasien Dalam Pengawasan (PDP), laju perkembangan pasien positif, laju kesembuhan (recovery rate), laju kematian (case fatality rate), laju reproduksi instan (Rt), laju transmisi (contact index), laju pergerakan, dan risiko geografis.
“Yang tadinya kita hitam, merah, kuning, biru, dan hijau akan bergeser atau ditranslasi menjadi merah, oranye, kuning, dan hijau,” tutur Emil.
“Jadi (konferensi pers) hari ini belum ada pengumuman status terkait level kewaspadaan karena sedang mengadakan proses translasi,” tambahnya.
Dilansir situswebnya, Gugus Tugas Pusat sendiri mengategorikan risiko menjadi empat yakni Zona Merah (Risiko Tinggi) atau penyebaran virus belum terkendali, Zona Oranye (Risiko Sedang) atau penyebaran tinggi dan potensi virus tidak terkendali, Zona Kuning (Risiko Rendah) atau penyebaran terkendali dengan tetap ada kemungkinan transmisi, serta Zona Hijau (Tidak Terdampak) atau risiko penyebaran virus ada tetapi tidak ada kasus positif COVID-19.
Dalam konferensi tersebut, Emil juga melaporkan, selama dua hari terakhir pelaporan kasus COVID-19 sudah kembali di bawah 100 kasus per hari meski sebelumnya terdapat anomali lonjakan kasus karena klaster institusi pendidikan kenegaraan di Kota Bandung.
“Dua hari terakhir pelaporan kasus sudah di bawah 100 kasus lagi sebagai pola yang memang sudah kami pahami. Sehingga lonjakan (dari klaster institusi pendidikan kenegaraan) itu memang anomali atau spike dan sudah kita lewati,” ucap Emil.
Meski begitu, Emil berujar lonjakan kasus tersebut berpengaruh terhadap Angka Reproduksi Efektif (Rt) COVID-19 di Jabar.
“Dalam dua minggu terakhir menjadi kurang baik di angka 1,73. Ini pertama kali Jabar yang rata-rata di bawah 1, sekarang melewati angka 1. Tapi dengan berita dua hari terakhir di mana kasusnya kembali ke pola yang dipahami, tentu angka Rt Insyaallah bisa kita kendalikan lagi di bawah 1,” katanya. (mg2/drx)
[/ihc-hide-content]