BANDUNG – Pembahasan RUU Omnibuslaw Cipta Kerja semakin mengerucut pada persoalan asasi terkait dukungan bagi ekosistem usaha di Indonesia.
Anggota Badan Legislasi dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa Amaliah menuturkan, pada Bab V misalnya termaktub pasal-pasal yang berbicara soal kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan usaha mikro kecil menengah serta perkorperasian.
Mulai dari pasal 98 hingga pasal 102 tercantum setidaknya empat poin pokok pendukung keberlangsungan dan kemajuan ekosistem usaha di Indonesia.
” Ini semata-mata untuk kemudahan perizinan, pendampingan dan pemberdayaan usaha, dukungan berupa fasilitas dan insentif serta kemudahan dalam hal pembiayaan,”jelas Ledia pada keterangan rilisnya yang dikirim redaksi, (14/7).
Kendati begitu, dia mengingatkan pemerintah agar dukungan bagi ekosistem usaha terutama bagi para pengusaha mikro dan kecil tidak boleh melupakan para penyandang disabilitas.
Sebab, pemenuhan hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi bagi para penyandang disabilitas merupakan amanah Pasal 11 Undang-undang No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
“Karena itu sejak awal saya mengingatkan pemerintah agar betul-betul memasukkan upaya memenuhi hak-hak para penyandang disabilitas terkait persoalan membangun usaha ini ke dalam pembahasan RUU Omnibuslaw Cipta Kerja,” tutur Ledia.
Politisi dari Dapil Bandung-Cimahi ini mengatakan, para penyandang disabilitas usia 19 hingga 65 tahun yang jumlahnya berkisar pada angka 19 juta orang.
Berdasarkan data Susenas 2018, pada kenyataannya banyak menemui hambatan saat mengikuti jenjang pendidikan hingga pada akhirnya juga terhambat dalam persaingan di dunia kerja.
“Menjadi pegawai, baik negeri maupun swasta, bagi para penyadang disabilitas jauh lebih sulit dan menantang hingga mereka pada akhirnya mereka harus berjuang hidup dengan menjadi pekerja informal atau berkarya secara mandiri dengan segala keterbatasan yang ada,” paparnya.
Ledia yang merupakan mantan Panja UU Disabilitas inu mengubgjapkan, para penyandang disabilitas yang memiliki usaha mandiri umumnya memiliki usaha yang masih berkategori usaha skala mikro dan kecil. Sehingga sangat membutuhkan support negara.
“Tapi dari beberapa curhatan mereka kepada saya kondisi disabilitas merekalah yang justru kerap dijadikan alasan hingga mereka sulit mendapat izin usaha, akses pembiayaan apalagi pemberian fasilitas, insentif dan pendampingan perkembangan usaha.” ucapnya.