CIMAHI – Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal menimpa ribuan buruh PT Matahari Sentosa Jaya, Kota Cimahi dua tahun lalu. Namun hingga kini mereka belum mendapatkan haknya berupa pesangon. Padahal, sudah ada putusan dari pengadilan bahwa perusahaan wajib membayarkan pesangon terhadap pekerjanya.
Berdasarkan hasil putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Negeri (PN) Bandung, perusahaan yang terletak di Jalan Joyodikromo, Kelurahan Utama, Kecamatan Cimahi Selatan itu diberikan waktu sejak 10 Juni hingga 24 Juni 2020 untuk membayarkan pesangon terhadap 1.510 karyawannya.
Sebagai aksi protes dan mengingatkan perusahaan yang bergerak di bidang garmen dan tekstil, para buruh menggelar aksi di depan pintu PT Matahari Sentosa Jaya pada Senin (22/6). Mereka meminta pihak perusahaan membayarkan haknya hingga batas waktu yang ditetapkan pengadilan.
”Putusannya sudah inkrah agar PT Matahari dengan sukarela melaksanakan isi putusan pengadilan hubungan industrial,” tegas Kuasa Hukum Buruh PT Matahari Sentosa Jaya, Pepet Saepul Karim, disela-sela aksi.
PHK masal buruh PT Matahari Sentosa Jaya terjadi tahun 2018. Saat itu, tepatnya 21 November perusahaan menghentikan seluruh kegiatan produksinya alias ditutup. Namun hak seluruh karyawannya seperti pesangon dan gaji belum dibayarkan.
Kemudian buruh yang diwakili PUK SPTSK SPSI PT Matahari Sentosa Jaya bersama kuasa hukum melayangkan gugatan melalui pengadilan berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Ketenagakerjaan.
”Waktu penutupan tahun 2018 itu, gaji karyawan ada yang belum dibayar, kemudian ditutup perusahaannya dengan alasan tidak punya uang. Sementara hak karyawan belum dibayarkan,” tegas Pepet.
Berdasarkan perhitungan, besaran hak yang harus dibayarkan PT Matahari Sentosa Jaya kepada ribuan pekerjanya mencapai Rp 79 miliar, dimana rata-rata setiap orang berhak menerima sekitar Rp 52 juta.
Pepet menegaskan, isi putusan pengadilan tetap tidak dijalankan oleh pihak perusahaan hingga tanggal 24 Juni mendatang, maka pihaknya akan mengajukan sita eksekusi aset. Seperti bangunan, tanah hingga barang-barang milik perusahaan.
Namun yang menjadi permasalahan, beber Pepet, menurut informasi yang ia terima bahwa seluruh aset, kecuali mesin, susah diagunkan pihak perusahaan kepada perbankan. Meski begitu, pihaknya akan tetap mengajukan sita aset agar hak karyawan tetap bisa didapatkan.