Pengetesan masif disertai pula dengan penguatan kesiapan laboratorium, supaya tes masif dengan metode PCR berjalan optimal. Siska melaporkan, terdapat 19 laboratorium jejaring di Jabar yang siap melakukan pemeriksaan PCR.
“Labkesda saat ini kapasitasnya sudah 2000 pemeriksaan per hari, sehingga minggu lalu, kami laporkan, sampel yang terbaca itu sudah habis. Jadi sudah tidak ada bottleneck, sudah diperiksa semua,” katanya.
Ketersediaan logistik kesehatan Jabar hingga kini yakni 30.000 rapid test, 27.000 swab test, 83.000 reagen PCR, 77.000 reagen RNA, 36.000 APD Coverall, 9.000 masker KN-95, 500 masker N-95. Menurut Siska, data tersebut bergerak dengan dinamis.
“Rapid test kita upayakan 300 ribu dan PCR test kita upayakan memenuhi target 150 ribu, sehingga bisa mencapai 300 ribu lebih pemeriksaan di Jabar,” ucapnya.
Ketua Divisi Komunikasi Publik Hermansyah meminta warga Jabar tidak takut mengikuti tes masif COVID-19. Sebab, pelaksanaan tes masif di Jabar, baik rapid test maupun tes swab, mematuhi semua prosedur yang telah ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.
“Masyarakat tidak perlu takut melaksanakan rapid test ini, karena ini upaya kita untuk mencegah yang lebih besar terhadap penularan.Kemudian juga kita jangan ada lagi stigma orang-orang yang positif COVID-19,” kata Hermansyah.
Terpisah, Gubernur Jabar, Ridwan Kamil mengaku menjadi kepala daerah paling repot saat ini dalam menghadapi pandemi Covid-19. Ridwan Kamil mengatakan bahwa penduduk Jawa Barat terdiri dari 50 juta orang dan itu artinya sama banyaknya dengan Korea Selatan.
Meski begitu, Emil sapaan akrabnya ini tak patah semangat dalam menanggapi wabah mematikan itu. Dia memiliki lima strategi yang diterapkan yaitu, proaktif, transparan, ilmiah, inovatif dan kolaborarif.
“Jawa Barat itu penduduk besar terdiri dari 50 juta orang. Dari semua Gubernur yang paling repot adalah saya. Penyakit ini menyerang penduduk dan kerumunan. Saya menggunakan melakukan 5 prinsip dalam tangani ini yaitu proaktif, transparan, ilmiah, inovatif dan kolaborarif,” ujarnya.
Dia menuturkan bahwa dalam melawan virus korona Jawa Barat bukan pada ekonomi dan teknologi, melainkan dengan modal sosial.
Ia juga merasa bahagia karena jumlah pasien yang sembuh Covid-19 lebih banyak dua kali lipat dari pasien yang meninggal.