Iapun menyampaikan bahwa pelajaran yang jauh lebih berharga dari pandemi Covid-19 adalah perlunya reorientasi kebijakan pembangunan.
“Data menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 terjadi di daerah perkotaan dengan jumlah urban dan aktivitas sosial-ekonomi yang padat,” urainya.
Kedepannya, kata dia, pembangunan harus lebih difokuskan untuk menumbuhkan aktivitas ekonomi di pedesaan dengan basis sektor pertanian.
“Karena, selain akan mengurangi angka ketimpangan pendapatan, tumbuhnya ekonomi di pedesaan juga akan mengurangi urbanisasi sekaligus akan memperkuat ketahanan pangan,” katanya.
Menurutnya, perekonomian Jawa Barat sebagian besar ditopang oleh sektor industri pengolahan. Data BPS menunjukkan bahwa sektor ini memberikan kontribusi paling besar dalam struktur PDRB Jawa Barat.
Pada Triwulan I 2020 sektor industri pengolahan memberikan kontribusi sebesar 42,47%, disusul oleh sektor perdagangan (14,52%), kontruksi (8,38%), pertanian (7,52%).
Pada masa pandemi Covid-19, meskipun secara keseluruhan PDRB Jawa Barat masih tumbuh positif (yoy) namun sektor pertanian justru mengalami pertumbuhan negatif paling besar yakni -10,92%.
“Pada triwulan I 2020, sektor pertanian menjadi sektor yang paling tertekan, angka pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor usaha informasi dan komunikasi (24,89%),” ucapnya.
Kendati demikian, data tersebut perlu menjadi catatan perhatian bahwa sektor pertanian menjadi sektor yang justru paling tertekan pada masa pandemi Covid-19.
Oleh karena itu, kata dia, sejalan dengan pemberlakuan New Normal, selain memperhatikan berjalannya kembali sektor industri dan perdagangan.
“Pemprov Jabar juga tetap perlu memperhatikan nasib masyarakat yang menekuni usaha di sektor pertanian. Inilah momentum yang tepat untuk kita kembali memprioritaskan sektor pertanian dan pedesaan,” pungkasnya. (mg1/yan)