JAKARTA – Laporan kasus politisasi bantuan sosial (bansos) pada masa pandemi Covid-19 terus bertambah. Berdasarkan catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, hingga Selasa (12/5) lalu sudah ada laporan dari 23 daerah. ”Tersebar di sebelas provinsi,” ujar anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo baru-baru ini.
Angka tersebut naik signifikan dibanding awal bulan ini. Dari data Bawaslu, sebagian besar kasus terjadi di wilayah barat seperti Bengkulu, Jambi, dan Lampung.
Dewi mengungkapkan, motifnya hampir serupa. Yakni dengan menempelkan gambar kepala daerah yang merupakan bakal calon petahana dalam berbagai bentuk kemasan bansos.
Perempuan asal Palu itu menjelaskan, semua laporan yang masuk saat ini masih ditangani Bawaslu daerah. Pihaknya sudah menginstruksi jajarannya untuk mengumpulkan informasi dan menyimpan berbagai dokumentasi barang yang diduga dimanfaatkan untuk kontestasi.
Langkah tersebut diperlukan untuk mengamankan barang bukti. Pasalnya, kata Dewi, kasus itu belum bisa diproses sekarang karena berpotensi terbentur aturan. Ketentuan pasal 71 UU Pilkada melarang kepala daerah memanfaatkan program untuk kepentingan pemenangan sejak enam bulan sebelum penetapan calon. Padahal, sejauh ini KPU belum menentukan tanggal penetapan calon untuk Pilkada 2020.
Jika nanti tahapan yang baru sudah dikeluarkan KPU, pihaknya bisa memutuskan untuk melakukan penindakan atau tidak. ”Kalau nanti tahapan pilkada dilanjutkan dan kejadian politisasi bansos masuk kurun waktu yang diatur, pelanggaran itu akan diproses,” kata satu-satunya perempuan di jajaran pimpinan Bawaslu tersebut.
Sembari menunggu prosesnya, jajaran Bawaslu di daerah akan terus memaksimalkan sosialisasi pencegahan. Dewi berharap para petahana bisa bersikap bijaksana dengan tidak berakrobatik politik.
Bawaslu juga mengapresiasi langkah sejumlah gubernur yang sudah memberikan arahannya. ”Kita mengapresiasi Provinsi Lampung dan Riau. Gubernurnya mengeluarkan edaran larangan,” ungkapnya.
Dewi berharap langkah preventif juga dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sementara itu, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik Piliang menegaskan bahwa pihaknya selalu melakukan pembinaan kepada kepala daerah untuk tidak melakukan penyimpangan. ”Sudah banyak sekali imbauan,” ujarnya.
Namun, lanjut Akmal, jika tetap terjadi pelanggaran, Kemendagri menyerahkan sepenuhnya ke Bawaslu. Pasalnya, kasus tersebut berkorelasi dengan kontestasi politik. Apalagi, sudah ada ketentuan undang-undangnya sehingga hanya perlu ditegakkan aturannya. ”Siapa yang mengawasi penegakannya? Ya Bawaslu,” tegasnya. (jpc/drx)