BANDUNG – Hampir dua bulan siswa telah menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berlaku seluruh nasional dan belum jelas masa akhir pandemi ini, kondisi kerap kali kebijakan pusat berubah-ubah.
Pengamat Kebijakan Pendidikan, Cecep Darmawan mengungkapkan, mungkin para guru dan siswa di perkotaan mungkin tidak terlalu banyak kendala dengan pembelajaran melalui daring, namun akan berbeda dengan siswa di pelosok desa atau perkampungan.
“Mereka sering mengalami kesulitan fasilitas seperti akses internet. Jika tidak dicari alternatif, mereka pasti mengalami kendala belajar secara daring yang berkepanjangan ini,”ujar Cecep kepada Jabar Ekspres, Minggu (3/5).
Cecep menuturkan bahwa pemerintah belum memiliki pengalaman mengelola pembelajaran siswa secara daring dalam masa yang relatif panjang seperti ini. Hasilnya pun tidak maksimum disebabkan kebijakan yang konstektual.
“Alhasil, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pun kerap masih bersifat trial and error alias uji coba dan kerap berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi,”jelasnya.
Meski begitu yang mesti dipahami pemerintah sudah mencoba berbagai strategi di antaranya model pembelajaran daring yang dilakukan melalui TVRI dan pembiayaan akses internet siswa dan guru dengan dana khusus untuk itu.
Hal di atas, menurutnya bagian dari sekelumit masalah di pendidikan sekarang. Tapi ada poin lebih krusial yang harus dilakukan pemerintah menyangkut perubahan mind set pendidikan.
“Utamanya menyangkut filosofi pendidikan, sistem pendidkan, regulasi, kultur dan lingkungan pendidikan, daya dukung fasilitas, dan SDM pendidikan. Lalu, bagaimana keberpihakan atau good will pemerintah baik di pusat dan daerah dalam menata ulang kebijkan pendidikan dan implementasinya pasca pandemi covid-19,”terangnya.
Lebih lanjut, Cecep menegaskan paradigma pendidikan pasca pandemi pun mesti dipikirkan. Ia mengusulkan pemerintah perlu memperkuat filosofi pendidikan yang berbasis filosofi bangsa (Pancasila) menempatkan pendidikan sebagai instrumen pembentuk watak dan pradaban.
Selama implementasi kebijakan pendidikan kita belum sepenuhnya sesuai dengan dasar filosifi bangsa. Keberhasilan pendidikan kita masih berorentasi pada ukuran-ukuran praksis atau angka-angka kuantitatif. Begitu pun proses pembelajarannya masih dominan pada aspek kognisi atau pengetahuan, dibandingkan dengan penanaman karakter, afeksi, sikap, dan keterampilan,”tutupnya. (mg2/tur)