SDM Dinilai Belum Siap Terapkan Kampus Merdeka

BANDUNG – Kebijakan Kampus Merdeka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makariem, mendapatkan respon dari mahasiswa. Presiden Mahasiswa Universitas Islam Nusantara (Uninus) Kota Bandung Aden Setiawan mengatakan, sebelum kebijakan tersebut diterapkan mestinya harus diimbangu dengan sumber daya manuasi (SDM). Dari sisi SDM, ia menilai, masih banyak mahasiswa yang belum siap menerima kebijakan tersebut.

“Di Uninus sendiri masih banyak prodi yang kurang dari segi SDM, apalagi kalau ditambahkan prodi baru. Jadi, Uninus itu masih dalam tahap pengembangan prodi-prodi,” ungkap Aden, saat ditemui Jabar Ekspres, di Kampus Uninus, Sabtu (22/2).

Di sisi lain, Aden menyoal terkait kebijakan Hak Belajar Tiga Tahun di Luar Program Studi. Ia berpendapat bahwa kebijakan tersebut akan sedikit sulit untuk diterapkan.

“Agak sulit itu program hak untuk belajar di luar program studi. Seharusnya bagaimana caranya kita dilatih agar menjadi orang yang basisnya itu sesuai dengan jurusan masing-masing. Itu artinya kalau misalkan bisa beralih prodi, itu tidak fokus,” ujarnya.

Lain halnya dengan Aden, Presiden Mahasiswa Universita Islam Negeri (UIN) Bandung Oki Reval Julianda mengatakan, Hak Belajar Tiga Tahun di Luar Program Studi merupakan program yang bagus. Akan tetapi, masih perlu memperhatikan beberapa hal dalam penerapannya.

“Menurut saya itu jadi terobosan terbaru. Tapi mungkin ke depannya akan ada beberapa kendala, kan kita butuh sinkronisasi data. Saya tahu permasalahan-permasalahan di kampus, sinkronisasi ke Dikti saja itu masih ada yang belum sesuai perjurusan, bahkan ada yang masih manual. Mungkin nanti itu sih yang menjadi kendala di program itu,” katanya, kemarin.

Kendati demikian, Oki juga menuturkan ketidaksetujuannya dengan kebijakan mantan CEO Gojek tersebut. Terutama dalam perubahan status dari Perguruan Tinggi Negeri Satuan Kerja (PTN-Satker) dan Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH).

“Yaa kan kita aktivis-aktivis mahasiswa banyak juga yang mengkritik. Kenapa perguruan tinggi harus menajdi PTN BH. Itu kan menunjukkan ketidakmampuan negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena seolah-olah negara lepas tanggung jawab, biarkan kampus mengatur sendiri gitu kan mengatur kehidupan kampusnya dari segi keuangan, akademik, dan lain sebagainya. Pemerintah hanya sebatas koordinator mungkin. PTN BH itu mengarahkan kita kepada konteks komersialisasi pendidikan” tuturnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan