Kemarin pecah rekor lagi: yang sembuh dari virus corona mencapai 599 orang. Dalam sehari. Tapi yang meninggal memang juga masih bertambah 89 orang.
Penambahan yang meninggal itu semua di Propinsi Hubei, yang beribu kota di Wuhan.
Kian jelas bahwa problem utamanya ada di Wuhan. Kalau angka-angka dari Wuhan disisihkan maka jumlah yang meninggal dunia akibat virus corona hanya 0,2 persen.
Prosentasi itu hanya sedikit di atas kematian akibat flu: 0,1 persen dari penderita.
Kesimpulan lain: virus corona ini lebih mirip flu daripada mirip SARS. Atau Ebola. Atau H1N1.
Yang disebut mirip flu adalah: orang lebih mudah terjangkit tapi tidak lebih mudah mati.
Lebih mudah terjangkit itu dimaksudkan bahwa proses penularannya lebih mudah.
Misalnya ada orang terkena virus corona. Lalu bersin di depan kita. Percikan bersin itu terhirup hidung kita. Maka ada kemungkinan yang menghirup percikan tadi tertular.
Tentu percikan itu tidak mungkin terhirup kalau yang bersin tidak lebih dekat dari satu meter.
Kalau yang bersin itu berjarak lebih satu meter mestinya virus tersebut keburu mati di udara.
Kenapa yang di Wuhan begitu parahnya?
Itulah yang bikin marah secara nasional di sana. Kemarahan itu dilampiaskan lewat medsos. Saking besarnya dampak kemarahan itu akan bisa ke politik dan ke kebijakan nasional.
Jelasnya, keparahan di Wuhan adalah akibat telatnya penanganan. Amat telat. Penanganan baru dilakukan ketika virusnya sudah viral. Seviral-viralnya. Mereka pun keburu parah.
Itu akibat tidak segera terungkapnya wabah virus corona.
Yang banyak meninggal adalah yang sudah terlanjur parah itu. Yang di Wuhan itu. Sedang yang di luar Wuhan umumnya tertular belakangan. Setelah wabah ini diketahui secara resmi. Sehingga banyak yang begitu terkena langsung ditangani.
Karena itu penderita yang di luar Wuhan sangat jarang yang meninggal. Satu orang yang meninggal di Filipina dan di Hongkong adalah juga yang datang dari Wuhan. Sudah dalam keadaan parah pula.
Ingat: virus ini mudah menular tapi tidak mudah bikin mati. Asal segera tertangani.