Pertama, kebebasan untuk membuka program studi (prodi) baru dan membebaskan kemitraan kampus dengan pihak ketiga yang masuk kategori kelas dunia. Kedua, kemudahan proses reakreditasi yang selama ini begitu rumit dan mengambil waktu para dosen dan rektor sehingga tidak fokus kepada mahasiswanya.
Ketiga, kemudahan bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk naik kelas menjadi Perguruan Tinggi Negeri-Badan Hukum (PTN-BH) sehingga memiliki keleluasaan untuk melakukan kerja sama.
“Yang terakhir yang favorit saya dari kampus merdeka adalah upaya pembebasan SKS mahasiswa, di mana tiga dari delapan semester diambil di luar program studi,” ungkap dia.
Upaya pembebasan SKS mahasiswa sebanyak tiga semester dari total delapan semester program S1 dapat diambil di luar prodi maupun di luar kampus, baik melalui magang, riset, pengabdian kepada masyarakat, dan lain-lain. Hal ini merupakan hak setiap mahasiswa. Hal itu demi memerdekaan mahasiswa dari ilmu pengetahuan yang monoton.
Langkah Besar
Langkah besar itu, menurut Mendikbud guna mendorong kampus untuk melakukan berbagai kegiatan atau kemitraan yang sesuai dengan realitas di dunia nyata, baik dengan organisasi nirlaba maupun dunia industri atau perusahaan teknologi industri dan sebagainya, bahkan juga dengan universitas kelas dunia.
“Dari pernikahan massal ini, baik dosen, prodi maupun mahasiswanya akan tercipta suatu link and matc,” ujar Nadiem.
Link and match yang dimaksud Nadiem adalah bahwa apa yang dipelajari dalam masa empat tahun di S-1 tersebut relevan atau cocok dengan dunia nyata.
“Bahwa setiap belajar sesuatu dia mengerti hubungannya apa dengan dunia nyata, bukan sekadar teori melainkan teori yang dikontekstualkan dalam dunia nyata, kompetensi soft skill yang riil buat dia yang tidak bisa dilatih di lingkungan kampus,” jelasnya.
Dia pun berharap, anak dua anak yang ia ciptakan dalam 100 hari itu akan semakin banyak mengundang partisipasi masyarakat untuk bergabung dalam proses pendidikan. Karena menurut dia, jika hanya pemerintah yang bergerak maka kebijakan ini akan gagal.
Oleh karena itu, ia meminta harus ada perubahan pola pikir. Sebab yang bisa melakukan pendidikan secara tepat, holistik, dan inklusif, dan relevan hanya kombinasi antara pendidikan dan masyarakat.