SOREANG – Tahapan Pilkada 2020 di Kabupaten Bandung terancam terganggu akibat belum cairnya anggaran dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung sesuai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) untuk penyelenggara pemilu baik Bawaslu maupun KPU.
Kordiv Hukum, Humas dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kabupaten Bandung Ari Hariyanto mengungkapkan, penyebab anggaran dari NPHD untuk Bawaslu tak kunjung cair disebabkan adanya perbedaan angka hibah antara di NPHD dan DPA sehingga terdapat selisih angka sebesar Rp330.084.000 yang lebih kecil.
”Laporan dari sekretariat Bawaslu Kabupaten Bandung sampai saat ini belum melihat adanya anggaran di rekening. Padahal, awal Januari Panwascam kami yang sudah bekerja berikut dengan jajaran sekretariat harus sudah mendapatkan honor di awal Februari ini. Kalau begini caranya sepertinya mereka akan mengalami keterlambatan pencaiaran honor,” kata Ari, kepada wartawan di Soreang, belum lama ini.
Parahnya lagi, kata Ari semua penyelenggara pemilu belum mendapatkan kepastian kapan anggaran itu cair. Apabila kondisi ketidakpastiaan ini terus dibiarkan, maka bisa dipastikan tahapan penyelenggaran Pilkada di Kabupaten Bandung menjadi terganggu.
Ari menjelaskan, alasan Pemkab Bandung enggan mencairkan lantaran adanya ketidaksesuaian angka di NPHD dan DPA. Padahal, pemda sendiri sudah tiga kali menggelar pertemuan khusus dengan melibatkan Bawaslu dan KPU untuk mencari jalan keluar atas persoalan tersebut, tapi tetap buntu.
Disisi lain katanya, sesuai dengan Permendagri No 54/2019 pasal 16 ayat 3 disebutkan, pencairan dana hibah bertahap. Pada tahap I sebesar 40 persen dari NPHD setelah 14 hari penandatangan NPHD. Tahap II sebesar 50 persen dari NPHD paling lambat 4 bulan sebelum hari H dan tahap III sebesar 10 persen yang dicairkan paling lambat satu bulan sebelum hari pemungutan suara.
Ada juga penegasan di Surat Edaran Mendagri No 470/463/SJ tertanggal 20 Januari 2020 tentang implementasi Permendagari No 54/2019 bahwa diangka 2 huruf b disebutkan bahwa pemda dan/atau DPRD tidak diperkenankan merubah besaran NPHD yang telah dianggarkan dalam APBD tanpa melalui kesepakatan bersama.
”Saat ini adanya perbedaan angka NPHD dan DPA ini, menurut keterangan yang disampaikan oleh Kabag Tapem pak Usman disebabkan kesalahan ketik. Begitu juga dengan KPU yang ada selisih Rp120 juta,” ujarnya.