Saya lihat Pak Mahfud ambil nasi putih sedikit sekali. Lalu dituangkan rawon di atas nasi itu.
“Jaga makan ya pak,” celetuk saya.
“Tidak juga. Sistem di tubuh saya sudah tidak lagi bisa menerima banyak makanan,” jawab beliau. “Tapi tiga jam lagi saya harus makan kue. Sedikit,” tambahnya.
Saya pun melirik bagian perut beliau sesapuan. Memang terlihat lebih ramping. Alhamdulillah.
Beliau pun bertanya tentang olahraga saya. Apakah masih tetap sama, senam dansa, dan apakah tetap konsisten.
Pak Tri menceritakan pengalamannya dalam operasi militer di pedalaman –dalam kaitannya dengan makanan.
Pisang, menurut beliau salah satu makanan yang penting.
Saya jadi ingat pepatah di Eropa: one apple a day makes doctor away.
Itu menceritakan pentingnya makan apel satu buah sehari –agar tidak perlu ke dokter.
Ternyata pepatah itu lahir karena di Eropa tidak ada pisang.
Kalau saja di sana ada pisang bunyi pepatah itu akan berubah total. Kata apel pasti diganti pisang –karena kandungan pisang lebih baik dari apel.
“Pemain sepak bola kok makan nasi. Pasti tidak kuat,” ujar seorang dokter olahraga pada saya. Dulu. “Padahal di Indonesia begitu banyak pisang,” tambahnya.
Energi dari nasi memang tinggi. Tapi dipakai sebentar langsung habis. Itu beda dengan pisang atau singkong dan ketela.
Kami pun bertukar info tentang khasiat makanan. Juga tentang bahaya makanan. Khas pembicaraan orang yang ingin sehat –baca: orang tua.
Apakah makan siang seperti itu tetap ada kalau Pak Menko lagi di luar kota?
“Tetap ada. Harus ada,” ujar Pak Mahfud. “Dengan makan bersama seperti ini banyak hal yang terlupa menjadi ingat. Lalu bisa dibicarakan,” tambah beliau.
Hari itu pun saya pura-pura tidak mendengar –ketika ada beberapa masalah rumah tangga dibicarakan. Saya pilih berdiri untuk pura-pura mengambil makanan lagi.
Tapi saya tidak bisa pura-pura bangga ketika Pak Mahfud memuji kepintaran istri saya memasak –di depan begitu banyak bintang.
“Kapan-kapan saya ajak makan di rumah beliau,” ujar Pak Mahfud pada yang hadir.