JAKARTA – Meski perhelatan Pemilu 2019 telah usai, ada gugatan yang belum rampung. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan Nomor Perkara 330-PKE-DKPP/XI/2019.
Pengadu pada perkara tersebut adalah Fahrul Rozi memberikan kuasa kepada Rizka Fadli dan M Rizki Wahyudi. Fahrul adalah Calon Legislatif (Caleg) DPR RI dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Daerah Pemilihan Jawa Barat XI. Teradu pada perkara tersebut adalah Ketua dan Anggota KPU RI, yakni Arief Budiman, Pramono Ubaid Tanthowi, Wahyu Setiawan, Ilham Saputra, Hasyim Asy’ari, Viryan dan Evi Novida Ginting Manik.
Dalam pokok aduannya, pengadu selaku caleg DPR RI Dapil XI Jawa Barat telah mendapatkan suara terbanyak pada urutan 4, setelah Caleg Erwin Lutfi yang mendapatkan suara terbanyak ketiga di Dapil yang sama dengan Pengadu. Sehingga KPU RI mengeluarkan SK Nomor 1318/PL.01.9-Kpt/06/KPU/VIII/2019 tentang Penetapan Calon Terpilih Anggota DPR RI dalam Pemilu 2019.
Berdasarkan hal tersebut, Pengadu bersama Erwin Lutfi dinonaktifkan dari keanggotaan Kader Partai Gerindra dengan adanya SK Partai Gerindra Nomor 004A/SKBHA/DPPGERINDRA/IX/2019 Tentang Pemberhentian Keanggotaan Sebagai Langkah Administrasi Pelaksanaan Putusaan No 520/Pdt/Sus.Parpol/2019 PN.Jkt.Sel. SK tersebut dilatarbelakangi terbitnya Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 520/Pdt/Sus.Parpol/2019 PN.Jkt.Sel. “Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan inilah awal kekisruhan,” kata kuasa dari Pengadu, Rizka Fadli di Jakarta, Sabtu (28/12).
Sehingga KPU RI mengeluarkan SK KPU RI Nomor 1341/PL.01.9-Kpt/06/KPU/IX/2019 tertanggal 16 September 2019 tentang perubahan atas Surat keputusan KPU Nomor 1318/PL.01.9-Kpt/06/KPU/VIII/2019 tentang penetapan calon terpilih anggota DPR dalam Pemilu 2019.
SK tersebut berisi tentang pengangkatan Raden Wulansari alias Mulan Jameela sebagai Anggota DPR RI dan mengeliminasi Caleg Erwin Lutfi dan Pengadu. “Teradu melanggar pasal 474 UU Pemilu, Karena hasil pemilu harusnya berdasarkan Mahkamah Konstitusi, bukan putusan Pengadilan Negeri,” jelas Rizka.
Menurutnya, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) ini tidak menyebutkan instruksi untuk mengganti nama-nama calon terpilih. Tetapi hanya melakukan langkah-langkah administratif saja.