JAKARTA – Usulan pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung perlu dievaluasi, bukan berarti mengembalikan proses pemilihannya ke DPRD. Pilkada langsung justru memberikan peluang kepada calon-calon yang memiliki potensi untuk maju secara independen tanpa melalui partai politik (parpol).
“Saya pernah menyampaikan soal evaluasi pilkada. Tapi saya tidak pernah menyampaikan untuk kembali kepada DPRD. Ini saya harus klarifikasi,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/11).
Menurutnya, pilkada langsung yang sudah berjalan 15 tahun, semangat awal pelaksanaannya adalah partisipasi publik untuk memilih pemimpinnya. Karena menggambarkan nilai demokrasi yang ada.
“Pilkada langsung memberikan peluang kepada calon-calon yang punya potensi maju secara independen tanpa melalui partai politik. Tapi dalam praktek setelah sekian belas tahun, kita melihat ada dampak-dampak negatifnya,” imbuhnya.
Tito mencontohkan, ketika dirinya masih menjadi Kapolda Papua, pelaksanaan Pilkada 2012 di Kabupaten Puncak, tertunda empat tahun karena konflik perang yang banyak menelan korban. Pilkada 2017 di 101 daerah, Pilkada 2018 di 171 daerah, Pemilu Presiden 2019, dan Pemilu Legislatif 2019 yang berlangsung, bukan tanpa konflik dan korban. “Potensi konflik itu karena polarisasi. Nah, polarisasi pilkada membuat masyarakat terbelah. Tapi dalam bahasa saya adalah polarisasi yang dilegalisasi,” tukasnya.
Dalam ilmu keamanan, lanjutnya, setiap ada perbedaan mengandung potensi konflik. Dia menjelaskan, pilkada langsung selain rawan konflik. Selain memakan biaya yang cukup tinggi bagi para calon kepala daerah dan biaya dari pemerintah pusat serta pemerintah daerah. Sistem politik berbiaya tinggi itu membuat kepala daerah yang terpilih, melakukan tindakan melanggar hukum. Seperti korupsi untuk mengembalikan modal yang dikeluarkannya di pilkada.
Tito meminta agar pelaksanaan pilkada langsung ini dievaluasi lewat kajian akademik. Sehingga tidak bisa empirik berdasarkan pengalaman. Dia menegaskan dirinya mengusulkan evaluasi pilkada langsung bukan berarti bakal dikembalikan melalui DPRD. “Kalau hasilnya pilkada langsung lebih baik, ya kita lakukan. Bagaimana mengurangi negatifnya, kalau ada banyak negatifnya, beralih ke sistem yang lain,” papar Tito.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan, Komisi II DPR masih melihat peluang memungkinkan atau tidak dilakukannya revisi UU nomor 10 tahun 2014 tentang Pilkada. “Komisi II sedang melihat peluang bisa atau tidak merevisi Pilkada itu, sementara proses atau tahapan Pilkada 2020 sudah berlangsung,” kata Doli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/11).