Yayasan itu –kebetulan saya yang mendirikan— tahun ini sama dengan tahun-tahun sebelumnya: mengirim 350 calon mahasiswa ke Tiongkok (termasuk ke Taiwan).
Malam itu kami ngobrol banyak hal. Terutama alasan masing-masing untuk kuliah di Tiongkok.
Ajra Ibraheem Maghfira Daud sebenarnya sudah mendaftar ke Amerika Serikat. Ingin kuliah di New York. Ajra lulusan Pondok Modern Gontor, Ponorogo. ”Tapi saya ingin terjun ke bisnis,” kata Ajra.
Ternyata saya kenal ayahnya. Seorang ulama sufi. Ahli perbandingan agama. Yang juga lulusan Gontor. Yang kuliah di berbagai universitas di luar negeri. Termasuk kuliah di Universitas Vatikan, Roma. Atas beasiswa langsung dari Paus.
Kini Ajra sudah bisa membeli sepeda motor sendiri. Dari hasil bisnis informalnya di Hangzhou. ”Tapi mengapa rambut Anda panjang? Seperti anak muda masa kini?” tanya saya.
”Rambut Nabi Muhammad juga panjang,” jawabnya. ”Bahkan semua nabi rambutnya panjang,” tambahnya.
Kelihatan sekali dia menguasai banyak hal di bidang agama.
Lain lagi dengan Awlya Fakhrunnisa. Selama empat tahun di Hangzhou dia hanya pulang dua kali. ”Waktu liburan saya pilih magang kerja di sini,” katanya.
Awalnya lulusan SMA Nahdlatul Ulama 1 Gresik, Jatim. Ayahnya pengusaha. Kini sang ayah bersahabat dengan bos tempat putrinya magang. Punya hubungan bisnis pula. Kalau ayahnyi ke Hangzhou bertemu bosnya. Kalau bosnya ke Indonesia bertemu bapaknya.
Kini mereka lagi membuat langkah-langkah kecil. Untuk masa depan yang panjang. (Dahlan Iskan)