“Penanganan perkara semata dilakukan berdasarkan bukti yang cukup. Kami tidak boleh menangani perkara karena aspek pribadi seperti rasa tidak suka dengan seseorang yang misal mengkritik dan menuduh KPK secara terus menerus. Ataupun penanganan perkara berdasarkan afiliasi politik ataupun faktor lain,” tandasnya.
Tak hanya itu, Febri juga mengklarifikasi tuduhan KPK yang menggaji pegawai seenaknya serta menjual aset sitaan dan hasilnya dikelola sendiri. Febri menerangkan, pemberian gaji terhadap pegawai KPK diatur dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.
Dalam pasal itu disebutkan, kompensasi yang diterima oleh pegawai KPK meliputi gaji, tunjangan dan insentif berdasarkan prestasi kerja tertentu. KPK menerapkan single salary system yang melarang pegawai menerima penghasilan lain selain gaji di KPK.
Sehingga jika dikatakan KPK menggaji pegawai seenaknya, Febri menegaskan tidak benar. Karena dasar hukum yang digunakan adalah dasar hukum yang sah di Peraturan Pemerintah yang diterbitkan oleh presiden. Uang yang dikeluarkan berasal dari pengelolaan Kementerian Keuangan dan setiap tahun selalu diaudit oleh BPK-RI.
“Terkait dengan pengelolaan aset sita, selama ini dilakukan oleh Unit Pengelola Barang Bukti dan Eksekusi. Objek ini juga termasuk yang diaudit BPK RI. Jika ada temuan administratif berupa pencatatan dan koordinasi antar instansi yang berwenang, maka KPK menindaklanjuti hal tersebut untuk melakukan perbaikan,” tandas Febri.
Selain itu, klarifikasi juga ditujukan untuk menjawab tudingan bahwa ada sistem seperti partai bernama Wadah Pegawai di dalam KPK. Febri menerangkan, keberadaan Wadah Pegawai KPK tercantum dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005. Dalam pasal tersebut tertera Wadah Pegawai dibentuk untuk menjamin hubungan kepegawaian yang serasi dan bertanggung jawab antar pegawai dan antara pegawai dengan komisi.
Wadah Pegawai dibentuk untuk menampung dan menyampaikan aspirasi kepada Pimpinan Komisi. Pegawai berada dalam system egaliter yang ditujukan sebagai upaya check and balance di KPK. Selain itu, kata Febri, perlu dipahami bahwa hak untuk berserikat dan berkumpul merupakan sesuatu yang dijamin oleh konstitusi kita.