JAKARTA – Adanya larangan penjualan minyak goreng curah oleh Kementrian Perdagangan tidak berlaku bagi penggunaannya.
Menteri Perdagangan Enggar Enggartiasto Lukita mengatakan, penggunaan minyak goreng curah masih diperbolehkan dan tidak dilarang bagi warga.
Dia mengatakan, Kebijakan pelarangan penjualan ini justru bertujuan untuk melindungi masyarakat dan umat islam dari produk pangan agar terjamin kehalalan dan higinietasnya.
Enggar juga menekankan, kepada para pengusaha agar membuat minyak goreng kemasan kemasan sederhana dengan harga tak boleh melebihi HET (Harga Eceran Tertinggi), yakni Rp 11.000 per liter.
”Konsumen dan umat harus terlindungi. Dan, harus tersedia produk yang dipastikan higienitasnya dan halal,’’jelas Enggar kepada wartawan, (8/10).
Dia memastikan, bagi masyarakat yang tetap ingin menggunakan minyak goreng curah pihaknya mempersilahkan. Namun, bagi para industriawan, pemerintah ingin agar mereka segera mengisi pasar dengan kemasan sederhana dan mematuhi het 11.000 per liter.
’’Jadi tak ada sama sekali maksud pemerintah untuk mematikan industri rakyat, juga usaha kecil dan menengah yang biasa menggunakan minyak goreng curah. Karenanya, harga minyak goreng kemasan dan ketersediaannya dijamin pemerintah, tak memberatkan, dan tak berbeda jauh dengan minyak goreng curah,’’kata Enggar.
Dia menuturkan, pihaknya tidak akan mengelkuarkan instruksi menarik minyak goreng curah dari pasaran. Akan tetapi. per 1 Januari (2020) harus ada minyak goreng dalam kemasan di setiap warung, juga sampai di pelosok-pelosok Desa.
Enggar menambahkan, penggunaan minyak goreng kemasan sebetulnya lebih terjamin. Sebab, selain higienis, minyak goreng kemasan memiliki kandungan gizi.
Minyak goreng curah merupakan produksi turunan dari CPO dan telah melewati proses Refining, Bleaching dan Deodorizing (RBD) di pabri. Selama ini pendistribusian minyak goreng tersebut, dilakukan dengan menggunakan mobil tangki yang kemudian dituangkan di drum-drum di pasar.
’’Proses distribusi minyak goreng curah biasanya menggunakan wadah terbuka. Akibatnya bisa rentan kontaminasi air serta binatang,’’cetus dia.
Sedang penjualannya, ke konsumen kerap menggunakan plastik pembungkus tanpa merk. Di sisi lain, produksinya rentan dioplos dengan minyak jelantah.
’’Sementara, tak banyak konsumen yang bisa membedakan minyak goreng curah dari pabrikan, dengan minyak jelantah (minyak goreng bekas pakai) yang dimurnikan warnanya,’’kata dia.