JAKARTA – DPR dan pemerintah sudah sepakat menunda pengesahan RUU KUHP. Padahal, isi dalam RUU tersebut diklaim sudah rampung. Menkumham Yasonna Laoly menegaskan RUU KUHP tidak dapat diubah dari awal. Aturan tidak memungkinkan meminta persetujuan seluruh rakyat Indonesia.
“Kalau ada yang minta RUU KUHP diulang dari awal, jelas tidak mungkin. Sampai lebaran kuda, nggak akan jadi ini barang,” tegas Yasonna di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Selatan, Rabu (25/9).
Menurutnya, sangat tidak mungkin meminta persetujuan seluruh rakyat Indonesia yang berjumlah 260 juta untuk satu RUU. Terlebih, Indonesia adaah negara heterogen. Dari Aceh sampai Papua berbeda kultur, budaya dan persepsi. Kendati begitu, pihaknya siap menjelakan apabila ada masyarakat yang tidak mengerti terkait pasal-pasal dalam RUU KUHP. “Kami nanti menjelaskan kepada publik kalau masih kurang paham. Atau memang ada yang betul-betul perlu kita bahas beberapa pasal yang kontroverial. Kita siap duduk bersama memperbaiki , ucapnya.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan pemerintah akan meminta DPR untuk mengkaji kembali beberapa pasal dalam RUU KUHP yang masih menjadi polemik. “Misalnya soal perzinahan. Tentu banyak orang berbeda-beda pendapat. Tapi nanti DPR dan Pemerintah akan mengkaji pandangan-pandangan itu,” ujar JK.
Dia mengakui untuk mengesahkan suatu undang-undang diperlukan adanya masukan atau pandangan masyarakat. Karena itu, Pemerintah sejalan untuk menunda pengesahan beberapa RUU. “Ini untuk dibahas lebih lanjut lagi di DPR. Memang undang-undang itu kan dibutuhkan public hearing, pandangan publik tentang hal itu,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo meminta DPR menunda pengesahan empat RUU. Yakni RUU Pertanahan, RUU Mineral dan Batubara (Minerba) serta RUU Pemasyarakatan (PAS) dan RUU KUHP.
Terpisah, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan semua RUU yang ditolak mahasiswa akan dilanjutkan pembahasannya pada periode berikutnya. Hal itu seperti yang tertuang dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) yang baru disahkan dalam rapat Paripurna 10 masa sidang I periode 2019-2020. “Agenda DPR berikutnya akan ada penutupan masa sidang tanggal 30 September 2019. Ini dilakukan sebelum pelantikan anggota DPR baru 1 Oktober 2019,” ucapnya.(rh/fin)