NGAMPRAH– Pemkab Bandung Barat berencana mengusulkan tiga kegiatan ritual khusus (ritus) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menjadi warisan budaya tak benda. Saat ini, tengah dilakukan kajian oleh akademisi untuk ketiga ritus tersebut untuk kemudian didokumentasikan.
Ketiga ritus tersebut, yaitu Mikul Lodong dari Kampung Cikurutug, Desa Tagogapu, Kecamatan Padalarang, Hajat Arwah dari Kampung Loasari, Desa Nyalindung, Kecamatan Cipatat, dan Ngamandian Ucing dari Kampung/Desa Nyenang, Kecamatan Cipeundeuy.
“Targetnya bulan November akan diajukan menjadi warisan budaya tak benda ke Kemendikbud untuk mendapatkan sertifikat, sekarang fokus kajian dulu,” kata Kepala Seksi Bina Budaya pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan KBB, Hernandi Tismara, Rabu (4/9).
Dia mengungkapkan, ketiga ritus ini merupakan kegiatan ritual yang dilakukan masyarakat setempat secara turun temurun dan masih bertahan hingga sekarang. Dalam ritual Mikul Lodong, warga setempat beramai-ramai menyusuri bukit dan pematang sawah sambil membawa air pada gelondongan bambu (lodong) untuk kemudian memanjatkan doa dan ungkapan syukur kepada Sang Pencipta.
Selanjutnya, ritual Hajat Arwah di Desa Nyalindung dilakukan dengan cara berziarah bersama-sama ke makam leluhur untuk memanjatkan doa-doa. Sementara itu, ritual Ngamandian Ucing berupa memandikan kucing di tepi sungai yang dilakukan di musim kemarau untuk meminta hujan kepada Yang Mahakuasa. Tradisi tersebut juga dilakukan setelah warga menggelar salat Istisqa.
“Ritual dan tradisi ini sangat unik dan memiliki pesan yang mendalam, yang juga menjadi kriteria untuk bisa menjadi warisan budaya tak benda,” ujar Hernandi.
Selain mengajukan warisan budaya tak benda, lanjut dia, pihaknya juga tengah mengajukan Hak Kekayaan Intelektual untuk tiga budaya di Bandung Barat. Ketiganya, yaitu pengobatan tulang dan sendi Palakiah Palean Raga dari Kecamatan Cihampelas, Tari Ngajaya Kembang dari Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong, dan tari persembahan Gapura Hyang Dayang Sumbi yang sudah sering digelar dalam berbagai kegiatan seremonial.
“Bedanya, Haki (Hak Kekayaan Intelektual) ini untuk perorangan, sedangkan warisan budaya tak benda itu untuk masyarakat setempat. Namun persamaannya, kedua jenis tradisi budaya ini merupakan ciri khas daerah setempat yang tidak ditemukan di daerah lain,” ujar Hernandi.