Sektor Padat Karya Kunci Atasi Pengangguran

Menurut data Kementerian Perindustrian, total tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri rokok sebanyak 5,9 juta orang, terdiri dari 4,28 juta pekerja di sektor manufaktur dan distribusi. Sementara itu, 1,7 juta pekerja berada di sektor perkebunan. Selain dari aspek tenaga kerja, industri rokok telah meningkatkan nilai tambah bahan baku lokal dari hasil perkebunan seperti tembakau dan cengkeh.

Terkait hal ini, pada tahun 2011 Kementerian Perindustrian juga mencatat ada 2.540 pelaku industri yang memesan cukai produk tembakau. Pada 2017, pemesannya tersisa 487 saja alias berkurang lebih dari 2.000 pelaku industri. Hal tersebut, berimbas luas bagi para pekerja sektor IHT yang lantas kehilangan pekerjaan.

Novelis Ratih Kumala yang juga penulis buku Gadis Kretek mengatakan pekerja SKT pada umumnya adalah perempuan. Pekerja perempuan di SKT bekerja sebagai pelinting dan tukang batil. Para pelinting membawa keponakannya untuk bekerja sebagai tukang batil yang merapihkan lintingan SKT setelah dilinting oleh pelinting.  “Para pelinting dalam satu tim dapat menghasilkan 1000 batang SKT dalam 1 jam,” ucapnya.

Dia menjelaskan pendapatan para pelinting dari tahun ke tahun mengalami penurunan karena jumlah produksi SKT terus menurun. “Pendapatan mereka pun menurun 1,2% dari tahun ke tahun,” terang Ratih.

Di banyak tempat, pekerja IHT SKT adalah perempuan yang sekaligus menjadi sumber utama penghasilan keluarga. Jika mereka tidak bekerja, maka keluarga tidak punya penghasilan. Pendidikan yang relatif rendah serta keterbatasan keterampilan menjadi faktor yang menyebabkan sulitnya mereka terserap sebagai tenaga kerja di sektor lain. (rls/drx)

Tinggalkan Balasan