NGAMPRAH– Panitia Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak 2019 tengah melakukan evaluasi pada aturan (klausul) yang masih mendapat penolakan dari warga desa. Aturan yang dimaksud yakni memperbolehkan kandidat calon kepala desa berasal dari luar desa setempat. Hal ini menjadi perhatian pihak panitia untuk mencegah terjadinya konflik di tengah masyarakat.
Untuk diketahui, diperbolehkannya kandidat dari luar desa atau bukan hanya warga setempat setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2017, terkait perubahan Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Aturan tersebut sempat digugat Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI) karena diniali bertentangan terhadap UUD 1945.
“Penolakan tentang calon dari luar desa menjadi salah satu hal penting yang perlu diantisipasi oleh kita, agar terhindar dari konflik. Apalagi, penyelenggaraan Pilkades Serentak 2019 ini cukup banyak diikuti 112 desa dari total 165 desa yang akan digelar pada hari Minggu 24 November 2019,” kata Wakil Ketua Pilkades Serentak KBB, Wandiana, Rabu (31/7/2019).
Aturan baru yang menyebutkan tentang dibolehkannya calon dari luar desa tersebut, kata dia, memiliki kekuatan hukum. “Sebelum ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK), kandidat kades harus berdomisili di desa pemilihan minimal satu tahun. Namun aturan tersebut dianggap bertentangan dengan UUD yang membolehkan dari luar desa,” katanya.
Menurut Wandiana yang saat ini menjabat Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bandung Barat, bahwa potensi konflik lainnya yang perlu disikapi yakni kandidat yang membawa massa dari luar desa. Hal itu memungkinkan terjadi apabila kandidatnya dari luar desa. “Kalau kandidat dari luar otomatis massa juga dari luar. Padahal tegas pihak luar tidak boleh ikut campur. Ini juga yang menjadi perhatian kita bersama,” ungkapnya.
Hal lainnya yang perlu diperhatikan, tegas dia, soal identitas penduduk. Mereka yang berhak memberikan suara dalam Pilkades tersebut adalah yang memiliki e-KTP (Kartu Tanda Penduduk Elektronik) atau minimal telah melakukan perekaman. “Yang berhak mengeluarkan surat keterangan bahwa warga sudah melakukan perekaman hanyalah Disdukcapil, bukan pihak desa atau kecamatan,” terangnya.