NGAMPRAH– Sejumlah warga di Kecamatan Saguling Kabupaten Bandung Barat masih sulit untuk melakukan aktivitas ekonomi lantaran terganjal persoalan minimnya akses transportasi. Ketika hendak bekerja atau ke pusat ekonomi di wilayah Batujajar atau Kota Cimahi, mereka harus melintasi perairan Waduk Saguling.
Harga tarif perahu yang digunakan untuk menyebrang pun relatif tinggi, yakni Rp 30 ribu sekali jalan. Jika pulang pergi maka warga harus mengeluarkan kocek sebesar Rp 60 ribu. Memang ada jalur darat yang bisa ditempuh, namun jarak dan waktu tempuhnya lebih jauh.
Pada Ramadan 2018 lalu, ada pihak swasta yang mencoba membangun jembatan apung untuk umum. Alhasil, jembatan itu kini menjadi akses andalan warga yang lebih ekonomis. Jembatan sepanjang 425 meter dengan lebar 4 meter itu menghubungkan Kp. Mariuk, Desa Girimukti, Kec. Saguling dengan Kp. Cibogo, Desa Pangauban, Kec. Batujajar.
Sesuai namanya, jembatan apung itu ditopang oleh beberapa ratus pelampung yang berada di bawahnya. Sementara badan jembatan terbuat dari kayu, jembatan apung pun akan bergoyang ketika ada kendaraan (sepeda motor, red) yang melintas.
“Kalau pakai perahu biayanya cukup tinggi sehingga kami ikut membantu warga dengan membangun jembatan,” ujar salah seorang pengelola jembatan apung, Abdul Gofur di Saguling, Kamis (11/7).
Jembatan apung ini dikelola oleh swasta, di wilayah Kabupaten Bandung Barat ada tiga jembatan apung dan satu lainnya berada di Baleendah, Kabupaten Bandung. Tak ayal, ada retribusi untuk biaya perawatan jembatan.
Untuk pejalan kaki dikenakan tarif Rp 2 ribu dan pemotor Rp 5 ribu sekali melintas. Kendati begitu, pengelola tak mematok harga tersebut. “Kalau untuk anak sekolah digratiskan, juga untuk pegawai desa dan guru. Kami tidak paksakan (tarif, red), dilihat dari kemampuan dan kesadaran yang melintas saja,” pungkasnya. (drx)
ALAT TRANSPORTASI: Sebuah perahu menjadi alat transportasi andalan warga di Saguling untuk menyeberang dengan biaya yang cukup mahal.