JAKARTA – Pesta demokrasi 2019 telah usai, begitu pula dengan keriuhan sengketanya yang tuntas di Mahkamah Konstitusi (MK), tetapi demokrasi tidak berhenti pada satu titik dan masih akan terus berjalan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Joko Widodo-Maruf Amin sebagai pasangan calon terpilih Pilpres 2019 di Jakarta, kemarin (30/6).
Tentu ini menjadi hari yang bersejarah bagi mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Untuk kedua kalinya Joko Widodo akan memimpin Indonesia kali ini dengan menggandeng ulama besar seorang KH Maruf Amin. Harapan besar disematkan kepada kedua anak bangsa ini tentunya membawa Indonesia adil dan sejahtera sebagaimana yang diamanahkan oleh bapak pendiri bangsa.
Ketua Mahkamah Konstitusi keempat periode 2013-2015, Hamdan Zoelva mengatakan sengketa yang lahir usai Pemilihan presiden 2019 adalah bagian dari proses demokrasi. Salah satu prinsip demokrasi adalah peradilan yang independen dan parsial. Proses peradilan yang terjadi ini juga bagian dari proses demokrasi.
Penghormatan terhadap putusan peradilan adalah bagian penting dari demokrasi,” kata Zoelva, kemarin (30/6).
Putusan MK tentu tidak bisa memberikan rasa puas pada semua pihak. Kepuasan pada semua pihak hanya ada dalam musyawarah mufakat. Di pengadilan harus ada yang kalah dan menang, oleh karena itu ketika perkara dibawa ke pengadilan dan meminta hakim untuk memutuskan maka harus siap kalah atau menang.
Hal yang terpenting adalah pengadilan, lanjut Zoelva, memberikan alasan hukum yang benar, memutuskan sesuai hukum dan fakta dan itu bisa diuji dari hasil putusannya.
Sebagai orang yang pernah menduduki jabatan Hakim MK, Zoelva menilai putusan hasil sengketa Pilres 2019 yang dibacakan Jumat (27/6) lalu, adalah putusan yang berimbang, rasional dan sangat komprehensif.
Dibutuhkan hati dan pikiran yang jernih untuk memahami putusan tersebut berimbang dan komprehensif. Membaca dengan cara pemikiran peradilan, maka hasil putusan dapat dipahami. “Tetapi jika hati yang prasangka sampai kapanpun tidak akan puas dengan putusan MK,” ujarnya.
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia tidak sepenuhnya sempurna, masih ada kekurangan pada penyelenggara pemilu yang harus terus dievaluasi bersama, menjadi pembelajaran untuk memperbaikinya di masa akan datang.