PARIS – Mantan Presiden UEFA Michel Platini bisa bernapas lega karena untuk sementara terbebas dari kasus memalukan.
Hanya dalam waktu 24 jam sejak ditangkap pihak kepolisian di Antikorupsi Kepolisian Yudisial (OCLCIFF) terkait dugaan suap Qatar sebagai host Piala Dunia 2022, pria 63 tahun itu dinyatakan bebas.
ia dicecar beberapa pertanyaan dalam rentang 15 jam. Status Platini masih sebagai saksi. Sebab, belum ada bukti yang membuatnya terlibat dalam dugaan suap dan korupsi swasta terkait tuan rumah Piala Dunia 2022.
“Saya menjawab semua pertanyaan dengan tenang dan saya masih tidak tahu mengapa ada di sana,” ucap Platini seperti dilansir Marca, kemarin.
”Dia sudah tidak ditahan. Terbukti, keributan muncul tidak berarti apa-apa,” imbuh kuasa hukum Platini, William Bourdon, kepada France Football.
Namun, pertanyaan penyidik ternyata bukan sekadar terkait Piala Dunia 2022, melainkan edisi 2018 dan Euro 2016.
Kebetulan, untuk Euro 2016 Prancis yang merupakan negara asal Platini menjadi tuan rumah.
Penyidik tampaknya ingin mengembangkan dugaan suap Platini apakah merembet hingga Euro 2016.
Meski demikian, eks chairman FA (federasi sepak bola Inggris) Greg Dyke periode 2013-2016 mengatakan bahwa keputusan menjadikan Qatar sebagai host Piala Dunia 2022 yang terjadi pada akhir 2010 cukup janggal.
Qatar nyaris tidak memiliki sejarah sepak bola. Di Asia, mereka kalah dari Jepang dan Korea Selatan. Bahkan, mereka baru jadi juara Piala AFC tahun ini.
“Saya rasa, siapa pun yang terlibat dalam keputusan itu harus ditanyai dengan detil. karena itu keputusan yang aneh. Sebab, itu bertentangan dengan saran komite teknis mereka sendiri, yang mengatakan mereka tidak berpikir itu (Qatar jadi tuan rumah, Red) akan berjalan aman,” ucap Dyke kepada BBC.
Pernyataan pria 72 tahun itu merujuk kepada “tradisi” yang harus diubah buntut dari Qatar jadi host Piala Dunia 2022.
Salah satu yang paling kontroversial adalah waktu penyelenggaraan yang dipindah jadi November-Desember 2022.
Selama ini, Piala Dunia selalu dihelat pertengahan tahun atau bagi Eropa masuk musim panas.
Namun, dikarenakan suhu Qatar yang sangat panas pada kurun waktu tersebut, maka menggeser waktu pelaksanaan adalah langkah jitu meski banyak pihak yang menentangnya.