JAKARTA – Dorongan sejumlah kader Partai Demokrat agar menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) menarik perhatian. Pasalnya, kepemimpinan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sebagai ketua umum sejauh ini terlihat baik-baik saja. Hanya saja, perolehan suara partai pada Pemilu 2019 dinilai jauh dari harapan.
Peneliti politik Pusat Studi Demokrasi dan Partai Politik (PSDPP) Dedi Kurnia Syah menilai, wacana KLB Demokrat penanda adanya ketidakharmonisan di tubuh Demokrat pasca Pemilu. Menurutnya, erat kaitan dengan hasil Pemilu yang menempatkan Demokrat sebagai partai minoritas. “Setiap parpol pasti lakukan evaluasi hasil Pemilu. Demokrat sebagai parpol yang memiliki jejak pemenang ternyata terpuruk di Pemilu 2019. KLB ini sebagai jawaban bahwa kader menyadari SBY tidak lagi memiliki taji elektoral,” kata Dedi di Jakarta, Senin (17/6).
Dari sisi waktu KLB, diharapkan menghasilkan keputusan pemberhentian SBY sebagai ketua umum sebelum Oktober 2019. Oktober dijadikan deadline, karena pemerintahan baru dimulai pada bulan tersebut. Artinya, Demokrat ingin ada keputusan strategis sebelum itu. “Bisa saja wacana KLB menguat karena ada dua kepentingan yang saling berseberangan di tubuh Demokrat. Antara tetap berada di koalisi atau bergabung dengan pemerintah,” imbuhnya.
Selain sebagai bentuk kekecewaan hasil Pemilu, Dedi memprediksi ada upaya dari penyuara KLB untuk menghentikan langkah politik AHY (Agus Harimurti Yudhoyono). “Aktivitas AHY dalam safari politik sepanjang waktu ini, bisa diterjemahkan sebagai upaya mereplika ketua umum. Bagi kader potensial hal demikian tidak menguntungkan. Sehingga KLB dikemukakan agar proses regenerasi berjalan jauh sebelum AHY benar-benar menguasai Demokrat,” terangnya.
Jika KLB berhasil digelar dan SBY tunduk pada keputusan KLB, praktis AHY akan kehilangan posisi strategis. Sebab, sangat kecil kemungkinan AHY berhasil mengambilalih posisi Ketum dari proses KLB yang terbuka.
Sementara itu, tidak sejalannya partai berlogo mercy dengan tim koalisi BPN Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, juga diprediksi partai yang pernah berkuasa 10 tahun ini akan merapat ke petahana. Pengamat politik Ujang Komarudin menilai, langkah demokrat mendekat ke Jokowi tak perlu banyak alasan.
“AHY yang digadang-gadang akan maju dalam Pilpres 2024 dinilai membutuhkan sejumlah fasilitas. Jika tak menduduki sebuah jabatan, AHY dinilai berat untuk maju dalam kontestasi lima tahunan mendatang,” ucap Ujang.