Deni menyebutkan, kopi yang ditanam di kaki Gunung Burangrang Selatan yang juga satu area dengan lokasi wisata Bukit Senyum ini memiliki luas hingga 188 hektar. Sejak tahun 2000 hutan ini masuk kawasan lindung. Namun sejak 2009 menjadi kawasan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). “Sejak itu juga menjadi kawasan budidaya salah satunya untuk penanaman kopi di atas lahan 183 hektar. Artinya produksi kopi yang dikelola para petani sudah berjalan 10 tahun sampai saat ini. Sisanya 5 hektar untuk kawasan wisata alam yang bernama Bukit Senyum,” ungkapnya.
Penanaman kopi di atas lahan ratusan hektar itu, ujar dia, mampu menghasilkan panen kopi hingga 90 ton kopi setiap tahun. Menurutnya, efektif waktu panen kopi setiap tahun hanya memiliki waktu enam bulan yakni di bulan April hingga Oktober. Kopi Bursel ini memiliki beberapa varian di antaranya Full Wash, Pea Berry, Honey Process dan Natural Process. “Tahun lalu panen kopi di sini mencapai 90 ton. Penanaman kopi ini dikelola oleh 201 KK (kepala keluarga). Kami sangat bangga bisa memproduksi kopi hingga dikenal di belahan dunia di samping memberikan efek positif bagi roda ekonomi warga,” terangnya.
Lebih jauh Deni menjelaskan, Kopi Bursel ini sudah mendapatkan berbagai penghargaan baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Mulai dari penghargaan sebagai Penggerak Pertanian di bidang Holtikultura dari Pemkab Bandung Barat. Serta penghargaan mengikuti pameran dalam kegiatan West Java Kopi Festival serta pameran bertajuk Ngopi Saraosna yang digelar Pemprov Jabar.
“Yang lebih membanggakan Kopi Bursel juga sudah mendapatkan uji lab yang digelar di Kabupaten Jember Jawa Timur pada 2012 lalu. Hasilnya Kopi Bursel ini memiliki khas keseimbangan rasa dan aroma serta herbal. Artinya memiliki rasa manis walaupun tanpa dicampur gula dengan memiliki kandungan herbal yang sehat. Karena kopi ini ditanam di bawah naungan berbagai jenis pohon di hutan atau kita sebut di bawah tegakan. Bahkan kopi ini dipetik saat merah ketika panen tiba,” kata Deni.