NGAMPRAH– Sejak diberlakukannya moratorium perizinan minimarket di tahun ini, pengajuan izin minimarket pun mendadak sepi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bandung Barat. Mulai Januari hingga Maret ini tak ada satupun pengajuan dari pengusaha untuk berinvestasi di sektor usaha minimarket. “Dua bulan terakhir ini belum ada satu pun yang mengajukan izin untuk minimarket. Saya sudah cek tidak ada,” kata Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu KBB, Ade Zakir di Ngamprah, Senin (4/3).
Menurutnya, sepinya pengajuan izin minimarket tak terlepas dari kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung Barat soal moratorium minimarket. Dia memandang kebijakan tersebut cukup baik jika untuk kepentingan bersama dalam menertibkan perizinan minimarket yang terus menjamur. “Kalau di dinas kami hanya administrasi saja soal penertiban izin seperti IMB (izin mendirikan bangunan) dan izin lainnya. Untuk teknis dan kajian justru ada di sana (Disperindag),” katanya.
Ade menambahkan, jika ke depannya ada pengajuan izin yang masuk, pihaknya belum bisa menerbitkan izin bila tidak ada rekomendasi dari dinas teknis seperti Disperindag. Sehingga pengusaha yang ingin berinvestasi diimbau untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh dinas teknis. “Kalau tidak ada kajian atau rekomendasi dari dinas teknis, kita tidak bisa menerbitkan izin. Karena yang tahu teknis seperti ukuran bangunan dan kontruksi bangunan ada di dinas teknis. Kalau sudah terpenuhi syaratnya baru bisa diterbitkan,” terangnya.
Ditanya soal rencana penyegelan minimarket ilegal atau yang menyalahi zonasi, Ade menyerahkan sepenuhnya pada kebijakan pimpinan. Sebab, dalam melakukan penyegelan harus atas dasar kepentingan bersama bukan kepentingan sepihak. “Soal penyegelan minimarket itu harus ada kebijakan pimpinan (Bupati). Karena kan dalam penyegelan melibatkan beberapa dinas seperti Disperindag, Satpol PP dan lainnya,” ungkapnya.
Seperti diketahui, puluhan pengusaha minimarket yang melanggar zonasi harus bersiap “angkat kaki” karena telah melanggar Perda KBB Nomor 21 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pasar, Retribusi Pelayanan Pasar, dan Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan, lokasi pasar modern harus berjarak 1.000 meter dari pasar tradisional atau 500 meter dari kantor pemerintahan.