JAKARTA -Penyerahan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) oleh anggota DPR dinilai paling rendah karena hanya 40 orang dari 524 anggota DPR RI (7,63 persen) yang sudah melaporkan LHKPN ke KPK.
Berdasarkan data Direktorat Pelaporan LHKPN KPK, tingkat kepatuhan LHKPN penyelenggara negara untuk menyerahkan LHKPN-nya secara total baru 17,8 persen atau 58.598 orang dari jumlah wajib lapor 329.142 orang.
“KPK mengajak kembali agar pimpinan instansi atau lembaga negara segera menginstruksikan pada penyelenggara negara di jajarannya untuk melaporkan LHKPN,” kata Juru Bicara KPK RI Febri Diansyah di Jakarta, Senin (25/2).
Febri menyebut tingkat kepatuhan pelaporan dari bidang eksekutif sebanyak 18,54 persen, yaitu sudah lapor 48.460 orang dari wajib lapor 260.460 orang; bidang yudikatif, kepatuhannya 13,12 persen yaitu sudah lapor 3.129 orang dari wajib lapor 23.855 orang (selengkapnya lihat grafis).
Selanjutnya, anggota DPRD tingkat kepatuhannya juga hanya 10,21 persen dengan perincian sudah lapor 1.665 orang dengan wajib lapor 16.310 orang dan BUMN/BUMD tingkat kepatuhannya 19,34 persen yang sudah lapor 5.387 orang dari wajib lapor 27.855 orang.
“Masih ada waktu sampai 31 Maret 2019 untuk melaporkan perubahan harta 2018. Kami apresiasi juga lebih dari 58 ribu penyelenggara negara yang sudah melaporkan perkembangan harga kekayaannya pada hari-hari awal,” tambah Febri.
Salah satunya DPRD Provinsi DKI Jakarta karena kepatuhan pada tahun 2018 adalah 0 persen sehingga ada kemungkinan KPK akan mendatangi agar bisa membantu para anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta untuk lebih mudah melaporkan LHKPN. “Jika dibutuhkan, Direktorat LHKPN juga dapat menugasi tim untuk membantu PN yang ada di DPR RI atau instansi lain,” tambah Febri.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, kewajiban penyetorkan LHKPN merupakan ketentuan UU. “Itu kan undang-undang dibuat DPR. Kalau DPR juga yang tidak melaporkan harta kekayaannya, artinya tidak menjalankan undang-undang yang mereka bikin sendiri,” ucapnya
Undang-Undang (UU) yang dimaksud Syarif yaitu UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme. Urusan LHKPN memang tercantum dalam aturan tersebut, tepatnya pada Pasal 5 ayat 3 yang berbunyi Setiap penyelenggara negara berkewajiban untuk melaporkan dan mengumumkan kekayaan sebelum dan setelah menjabat.