JAKARTA – Mutual Legal Assistance menjadi barang sakti. Tentu, tidak hanya bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tapi lembaga penegakan hukum di Indonesia dalam melacak aset haram hasil kejahatan korupsi yang selama ini sulit diungkap.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan penandatanganan perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) pada Senin (4/2) lalu merupakan pintu masuk yang cukup kuat dalam pencegahan korupsi dan pengungkapan berbagai kasus. ”Ya, ini (MLA, Red) positif sekali,” terang Febri Diansyah, Rabu (6/2).
KPK, lanjut dia juga tergabung dalam tim perumus MLA bersama Kementerian Hukum dan HAM, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ditjen Pajak, dan lain-lain.
Nah, terkait kerja sama internasional dalam pemberantasan korupsi, sebenarnya ada beberapa jalur yang dapat digunakan. Pertama perjanjian bileteral. Misalnya, perjanjian MLA, perjanjian ekstradiksi. Kedua, perjanjian multilateral.
”Dan ketiga, menggunakan konvensi internasional seperti UNCAC (United Nations Convention against Corruption) atau UNTOC (United Nations Convention against Transnational Organized Crime), dan keempat hubungan baik antar negara,” paparnya.
Menurut dia, penguatan kerja sama internasional sangat penting artinya dalam penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi. ”Selain karena korupsi dan kejahatan keuangan lainnya sudah bersifat transnasional dan lintas negara, perkembangan teknologi informasi juga semakin tidak mengenal batas negara,” terangnya.
Oleh karena itu, MLA dan sarana perjanjian internasional lainnya memiliki arti penting, termasuk MLA antara Indonesia dan Swiss yang baru saja ditandatangani itu. ”Selain adanya perjanjian MLA, kapasitas penegak hukum juga sangat penting karena proses identifikasi mulai penyelidikan hingga penuntutan sangat penting untuk bisa menemukan adanya alat bukti atau hasil kejahatan yang berada di luar negeri,” tuturnya.
Dengan semakin lengkapnya aturan internasional tersebut akan membuat ruang persembunyian pelaku kejahatan untuk menyembunyikan aset hasil kejatan dan alat bukti menjadi lebih sempit.
”Ya contoh kasus yang pernah ditangani KPK yang didukung oleh kerja sama internasional baik bilateral, multilateral ataupun menggunakan konvensi Internasional seperti UNCAC dan UNTOC di berbagai negara, yaitu Innospec, Alstom, KTP-e, Garuda Indonesia, Rusdiharjo serta M. Nazaruddin dan Neneng Sri Wahyuni (pengembalian buron),” urainya.