NGAMPRAH – Bupati Bandung Barat, Aa Umbara Sutisna diminta bersikap tegas kepada perusahaan nakal yang terbukti tidak memberlakukan UMK di tahun ini. Sebagai bukti nyata, organisasi buruh di Kabupaten Bandung Barat akan mengejar janji dan pernyataan Bupati soal sikap tegasnya kepada perusahaan yang tidak menerapkan aturan yang benar. Sebab, disinyalir masih banyak perusahaan yang belum menerapkan kebijakan UMK seperti yang telah ditetapkan pemerintah.
“Kami akan tagih janji bupati karena pak bupati sendiri pernah bilang bagi pengusaha (perusahaan) yang tidak membayarkan upah kepada karyawannya sesuai UMK maka harus pergi dari KBB. Kami kejar janji itu supaya tidak hanya ucapan lisan saja tapi juga dipraktikkan di lapangan,” tegas Ketua PC KEP SPSI KBB, Dadang Suhendar di Cipatat, belum lama ini.
Dadang menambahkan, pihaknya telah melakukan inventarisir data di lapangan terhadap sejumlah perusahaan. Hasilnya, banyak dari perusahaan-perusahaan tersebut yang tidak menjalankan UMK KBB 2018. Sehingga, dirinya yakin meskipun UMK KBB 2019 telah diputuskan sebesar Rp 2.898.744,63 dan harus diterapkan mulai Januari 2019 ini, akan banyak perusahaan yang mengingkarinya.
Padahal, jika melihat nominal, UMK KBB 2019 itu kenaikannya tidak besar dan jauh dari keinginan buruh. Berdasarkan hasil penghitungan survei pasar dan penghitungan BPS dalam sidang pleno dewan pengupahan, idealnya UMK KBB 2019 adalah sebesar Rp 3.104.000. Banyak kalangan buruh yang kecewa karena kenaikan upah tidak sebanding dengan inflasi dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.
“Andaikan UMK itu ditepati oleh perusahaan, buruh sebenarnya masih menjerit, apalagi kalau upah yang dibayarkan masih di bawah UMK, bagaimana nasih buruh? Cek saja sejumlah perusahaan tekstil termasuk SPBU di Padalarang sampai Cipatat, mereka menggaji pekerjanya masih kurang dari Rp2 juta/bulan,” tuturnya.
Karena itu, pihaknya meminta Dinas Tenaga Kerja KBB melakukan pengawasan ketat dan menindak tegas pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak memberikan upah pegawainya sesuai UMK. Kalaupun ada yang tidak sanggup membayar UMK, perusahaan harus melayangkan surat penangguhan.
“Disnaker juga jangan ‘lembek’ dan hanya menerima laporan jadi saja. Oleh karena itu kami akan mengagendakan audiensi ke bupati untuk pengawasan UMK dan menagih janji seperti yang telah diucapkannya,” kata Dadang.