BANDUNG – Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, mengaku akan memenuhi panggilan KPK.
”Sebagai warga negara yang baik, saya akan kooperatif dengan lembaga penegak hukum,” kata Ahmad Heryawan saat dikonfirmasi wartawan terkait dengan pemanggilan sebagai saksi pada kasus Meikarta.
Dia pun keberatan dikatakan mangkir atas pemanggilan KPK. Dia mengakui menerima surat dari KPK pada Selasa (18/12), namun bukan untuk dirinya meski dalam amplop tertulis “Kepada Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan”. Namun, istrinya beda memanggil seseorang yang berdomisili di Bandung dan bukan terkait kasus Meikarta. Karena alasan kepatutan dan privasi Aher, enggan mengungkap identitas sosok dalam surat tersebut.
”Isinya untuk orang lain yang domisili di Bandung. Kasusnya bukan Meikarta. Tapi saya tidak bisa ungkap siapa siapanya. Itu menyangkut privasi orang kan,” lanjutnya.
Setelah mengetahui surat tersebut bukan dialamatkan kepadanya, Aher lantas berkonsultasi. Kemudian dia memutuskan untuk mengembalikan surat tersebut kepada KPK pada hari Rabu (19/12) siang.
”Jadi sama sekali isi suratnya tidak kaitan dengan saya, sebagai Ahmad Heryawan. Setelah saya konsultasi ke kiri dan kanan kemudian dikembalikan saja segera. Bisa salah alamat,” ujarnya.
Menurut Aher, dirinya siap untuk menjelaskan ketika dirinya dalam posisi sebagai Gubernur. ”Prinsipnya pasti harus siap karena harus menjelaskan posisi saya, keputusan gubernur seperti apa. Yang jelas saya berikan keterangan terkait dengan apa yang saya ketahui tentang Meikarta dan tugas jabatan saya saat jadi gubernur,”sambungnya.
Jika berkaitan dengan Surat Keputusan nomor: 648/Kep.1069- DPMPTSP/2017 tentang Delegasi Pelayanan dan Penandatanganan Rekomendasi Pembangunan Komersial Area Proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi yang ditandatangani Aher, katanya, dirinya akan menjelaskan secara rinci.
Aher mengatakan bahwa kewenangan menentukan rekomendasi itu memang ada di tangan Gubernur.
Namun, dalam undang-undang, urusan tersebut harus didelegasikan kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu.
“Yang jelas, pergub yang disebut dalam berita, isinya pendelegasian kewenangan ke dinas. Itu perintah Undang-undang. Jadi di zaman sekarang, gubernur dan walikota, tidak lagi tandatangan rekomendasi. Itu sudah didelegasikan kepada kepala dinas perizinan satu pintu. Di mana-mana gitu,” katanya.